Shanghai (ANTARA News) - Pihak berwenang China menyatakan bahwa 66 universitas negara tersebut terkena dampak serangan ransomware global, tetapi membantah laporan yang menyebut kerusakan meluas di sistem komputer pendidikan tingginya sebagai hype "jahat".

Jaringan Pendidikan dan Riset China, yang beroperasi di bawah Kementerian Pendidikan, mengatakan bahwa 66 dari 1.600 universitas di Tiongkok terkena dampak, utamanya karena sistem operasi tidak ditingkatkan secara reguler ketimbang kelemahan dalam keamanan dalam sistem universitas.

Pernyataan yang dikeluarkan pada Senin malam tersebut mungkin merupakan komentar paling rinci mengenai serangan siber oleh pihak berwenang China, yang mengatakan sedikit tentang penyebaran serangan itu sejak bermula Jumat bahkan saat laporan mengenai serangan itu meluas di Tiongkok.

Qihoo 360, salah satu pemasok perangkat lunak anti-virus terkemuka di Tiongkok, mengatakan pada Minggu bahwa sedikitnya 29.372 institusi, mulai dari kantor-kantor pemerintah hingga ATM dan rumah sakit, telah "terinfeksi", tetapi yang paling parah terdampak adalah universitas.

Namun, Jaringan Pendidikan dan Riset China menolak klaim semacam itu.

"Pernyataan yang tidak akurat ini benar-benar menyesatkan opini publik, menyebabkan kepanikan di antara para guru dan murid, dan memengaruhi tatanan instruksi normal dan kehidupan," kata lembaga itu tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Beijing University dan Tsinghua University, dua institusi utama di ibu kota negara itu, mengeluarkan pernyataan mengenai tindakan keamanan cepat mencegah infeksi "skala luas" pada kampus-kampus mereka, namun tidak merincinya.

Universitas-universitas di Shanghai menyatakan kepada kantor berita AFP bawa mereka tidak terdampak.

Serangan tanpa pandang bulu itu bermula Jumat dan menyasar bank, rumah sakit dan badan-badan pemerintah di seluruh dunia, mengeksploitasi kelemahan sistem operasi lama Microsoft. Namun serangan itu tampaknya memuncak selama akhir pekan.

Media resmi China mengutip Cyberspace Administration of China yang menyatakan bahwa penyebaran ransomware melambat signifikan di China pada Senin.

Otoritas itu mendesak para pengguna komputer memasang dan memperbarui perangkat lunak keamanan, namun hanya memberi sedikit keterangan mengenai serangan itu.

Di antara entitas besar China yang terdampak serangan siber global, raksasa minyak negara PetroChina menyatakan jaringan pembayarannya di stasiun-stasiun bahan bakar di seluruh negeri aksesnya tidak bisa dibuka selama 12 jam selama akhir pekan. (hs)


Baca juga: (Jumlah negara dan organisasi yang diserang Ransomware WannaCry)

Baca juga: (NSA di balik serangan siber global "ransomware"?)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017