Sukoharjo, Jawa Tengah (ANTARA News) - Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) mendorong para pelaku industri kecil menengah (IKM) yang memproduksi batik untuk mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) batik agar produk yang mereka buat memiliki daya saing.

"2016 lalu, baru ada 2 IKM atas fasilitasi Badan Standardisasi Nasional," kata Kepala Seksi Sertifikasi Bidang Pengujian, Sertifikasi dan Kalibrasi BBKB, Lies Susilaning Sri Hastuti, saat ditemui di acara E-Smart IKM Kementerian Perindustrian di Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa.

Setiap satu IKM dapat memiliki lebih dari satu sertifikat SNI, misalnya masing-masing satu sertifikat untuk batik tulis, cap dan kombinasi buatan mereka.

Dalam waktu dekat, menurut Lies, terdapat tiga IKM dari Jawa Timur yang akan mendapatkan sertifikat SNI untuk batik.

BBKB juga mengeluarkan batik mark untuk IKM yang memenuhi syarat, berupa label yang disematkan di produk untuk menjamin kualitas.

Sertifikat batik mark tersebut berlaku selama tiga tahun setelah dikeluarkan dan IKM akan dievaluasi kembali untuk menjamin mutu produk.

Lies menyarankan pelaku IKM batik mengajukan label batik mark agar proses menuju sertifikasi SNI batik lebih mudah karena telah memenuhi beberapa persyaratan, seperti memiliki merk dan izin industri.

“Kalau punya batik mark, berarti dia bisa mencapai mutu yang dikehendaki. SNI akan lebih mudah karena memenuhi persyaratan, tinggal mengatur manajemen,” kata Lies.

BBKB telah mengeluarkan ratusan label batik mark, paling banyak untuk IKM yang berada di Jawa Timur.

Menurut Lies, kendala yang saat ini dialami pelaku IKM batik dalam mengurus SNI maupun batik mark adalah biaya. 

Sertifikasi batik mark membutuhkan biaya sekitar Rp 1,7 juta dan SNI sekitar RP 10 juta.

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017