Kupang, NTT (ANTARA News) - Forum Penyedia Layanan Sanggar Suara Perempuan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menggandeng Gereja setempat untuk bersama-sama memerangi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di daerah itu.

"Kalau dulu kami bekerja sendiri menangani kasus-kasus KDRT, sekarang lembaga gereja di TTS sudah mengadopsi itu dalam programnya sehingga kasusnya menurun," kata Wakil Direktur Yayasan Sanggar Suara Perempuan TTS, Filpon Tanoe Therik, kepada wartawan di Kupang, Rabu.

Ia menjelaskan, sebelumnya dalam rentang waktu 2000-2015 kasus KDRT masih marak terjadi di kabupaten penghasil kayu cendana tersebesar di Nusa Tenggara Timur itu.

Hal itu, menurutnya, dipicu karena kuatnya budaya patriarki masyarakat setempat yang menempatkan perempuan sebagai orang kedua sehingga membuat banyak yang mengalami tindakan kekerasan dalam berbagai bentuk.

Namun, katanya, dalam dua tahun terkahir jumlah kasus KDRT yang ditangani mengalami penurunan, di antaranya pada tahun 2016 tercatat sebanyak 161 kasus dan per Oktober 2017 ada 88 kasus.

"Kasus terbanyak untuk dua tahun terakhir ini juga bukan lagi kasus KDRT melainkan didominasi kekerasan seksual," katanya.

Ia menjelaskan, Sanggar Suara Perempuan telah bergerak dan bekerja sama dengan gereja juga lembaga agama lainnya sehingga dalam khotba-khotba yang disampaikan lebih menekankan pada bagaimana membangun relasi hidup suami-isteri yang baik

Selain itu, terus memberikan imbauan sehingga kasus KDRT perlahan-lahan mulai menurut karena diadopsi gereja melalui program kerjanya.

Menurut Filpon, kasus kekerasan yang mengalami trend peningkatan di daerah setempat terutama kasus kekerasan seksual yang salah satunya akibat perkembangan infomasi dan komunikasi yang semakin canggih.

"Saya kira akses media sosial yang semakin gampang, pengaruh video porno hingga kurangnya pengawasan orang tua membuat kecenderungan kasus kekerasan seksual tinggi, padahal awal-awalnya di TTS tidak seperti ini," katanya.

Ia menjelaskan, selain bersama gereja, pihaknya juga bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam upaya memperjuangkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

"Walaupun belum maksimal melakukan palayanan tapi relasi dengan P2TP2A terus berjalan, mereka juga menangani kasus-kasus serupa," katanya.

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017