Jakarta (ANTARA News) - Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melalui Realtime Space Debris Surveillance pada Senin pukul 00.50 WIB memantau lintasan terakhir Tiangong-1 melewati Samudera Atlantik, Afrika, Asia dan berakhir di Samudera Pasifik.

Kepala Bagian Humas LAPAN Jasyanto mengatakan bahwa menurut laporan final pengamatan LAPAN pukul 08.20 WIB, stasiun luar angkasa berbobot 8,5 ton milik China tersebut jatuh di Samudera Pasifik pukul 07.16 WIB.

Belum diketahui berapa ukuran pasti wahana ruang angkasa milik Cina tersebut saat jatuh di Samudera Pasifik, ujar dia.

Dalam sebulan terakhir menjelang jatuh, Tiangong-1 mengalami penurunan ketinggian rata-rata 3,2 kilometer (km) per hari dan saat ketinggiannnya 120 km wahana luar angkasa itu dianggap mengalami atmospheric reentry saat secara cepat jatuh menuju permukaan bumi.

Tiangong-1 atau Heavenly Palace 1 merupakan prototipe stasiun luar angkasa pertama China yang diluncurkan pada 29 September 2011 bersama roket Long March 2F/G.

Stasiun luar angkasa ini berfungsi baik sebagai laboratorium. Selama masa operasi dua tahun Tiangong-1 dikunjungi serangkaian pesawat luar angkasa Shenzhou, dengan Shenzhou 8 yang tidak berawak berhasil berlabuh dengan modul ini pada November 2011.

Misi Shenzhou 9 yang berawak berlabuh di sana pada Juni 2012. Misi ketiga dan terakhir ke Tiangong-1, pesawat dengan awak Shenzhou 10, berlabuh pada Juni 2013, dan berhasil mendaratkan astronaut wanita China pertama, Liu Yang dan Wang Yaping, di Tiangong-1.

Pada 21 Maret 2016, setelah masa pakainya diperpanjang dua tahun, Space Engineering Office mengumumkan Tiangong-1 telah secara resmi mengakhiri pengabdiannya. Mereka menyatakan bahwa hubungan telemetri dengan Tiangong-1 telah hilang.

Baca juga: China nyatakan stasiun luar angkasanya terbakar di atas Pasifik

Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018