Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Golkar Chairuman Harahap tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi proyek KTP-Elektronik (KTP-e).

Sebelumnya, KPK pada Rabu dijadwalkan memeriksa tiga saksi untuk tersangka Markus Nari, yakni Chairuman Harahap, Kassubag Perlengkapan dan Peralatan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Ahmad Ridwan, dan Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah pada Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Elvius Dailami.

"Chairuman Harahap, mantan Anggota DPR RI periode 2009-2014 sedang umroh," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Rabu.

Selain Chairuman, satu saksi lainnya yang tidak hadir adalah Elvius Dailami.

"Penyidik belum memperoleh konfirmasi terkait ketidakhadirannya," ucap Yuyuk.

KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).

Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.

Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.

Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018