Jakarta (ANTARA News) - Mahkkamah Konstitusi mengabulkan permohonan terkait sanksi pidana terhadap jaksa penuntut umum yang melakukan maladministrasi sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Mengabulkan permohonan para pemohon," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Rabu.

Dalam putusan tersebut, Mahkamah juga menyatakan Pasal 99 UU SPPA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pemohon yang berprofesi sebagai jaksa sebelumnya mendalilkan bahwa Pasal 99 UU SPPA berpotensi memidana para penuntut umum yang melakukan maladministrasi dalam menjalankan wewenang dalam perkara pidana anak.

Pasal tersebut dinilai mengintervensi independensi jaksa, padahal seharusnya kesalahan yang bersifat adminstratif dari seorang jaksa dipertanggungjawabkan kepada atasan dalam struktur dan jenjang pengawasan yang sudah disediakan oleh peraturan perundang-undangan.

Terkait hal tersebut Mahkamah mengacu pada Putusan MK Nomor 110/PUU-X/2012, yakni Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU SPPA yang menentukan ancaman pidana kepada pejabat khusus dalam penyelenggaraan SPPA.

Baca juga: Persatuan jaksa apresiasi putusan MK soal peradilan anak

Baca juga: Empat tahanan anak Pekanbaru kabur


Menurut Mahkamah, putusan tersebut bukan saja tidak merumuskan ketentuan-ketentuan konstitusional mengenai kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan independensi pejabat khusus terkait, tetapi juga telah melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif dalam penyelenggaraan SPPA yang tentu memberikan dampak negatif terhadap pejabat-pejabat tersebut.

"Dampak negatif tersebut adalah dampak psikologis yang tidak perlu, yakni berupa ketakutan dan kekhawatiran dalam penyelenggaraan tugas dalam mengadili suatu perkara," ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.

Hal ini kemudian dinilai Mahkamah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadila yag bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945, dan kontra produktif dengan maksud untuk menyelenggarakan SPPA secara efektif dan efisien.

Maria pun melanjutkan sekalipun Mahkamah telah menyatakan pasal yang dimohonkan pemohon inkonstitusional, hal itu tidak berarti memperbolehkan pejabat yang melakukan tugas untuk mengeluarkan tahanan anak dari RUTAN melanggar batas waktu yang telah ditentukan.

"Sebab hal demikian sama halnya dengan sengaja merampas kemerdekaan seseorang," kata Maria.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018