Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia menghibahkan dana senilai 400 juta dolar Amerika Serikat untuk mengatasi kekerdilan pada anak di Indonesia, sehingga generasi berikutnya terhindar dari manusia kerdil, kata Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Panjaitan, usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu.

"Mereka mau bantu 400 juta dolar AS, tapi kita sendiri juga mengalokasikan Rp46 triliun untuk masalah kekerdilan ini, karena ini kan merupakan bonus demografi yang pemerintah benar-benar tangani," kata dia, di Jakarta, Rabu.

Persoalan kekerdilan pada anak menjadi isu penting untuk diselesaikan, mengingat Indonesia menjadi negara tertinggi ke-empat di dunia dengan masalah anak kerdil. 

Ia mengatakan, persoalan kekerdilan menjadi perhatian Bank Dunia karena hal itu berpengaruh pada kondisi perekonomian suatu negara. Negara dengan sumber daya manusia kerdil dapat memiliki tingkat produktivitas yang rendah.

"Sumber daya manusia ini berpengaruh juga kepada produk domestik bruto (PDB) kita, berpengaruh pada produktivitas kita. Jadi kaitannya sangat erat sekali dan mendapat apresiasi dari Presiden Kim kepada Presiden Joko Widodo dan juga Wakil Presiden Jusuf Kalla," katanya.

Dalam rapat yang dipimpin Wakil Presiden, Jusuf Kalla, dan Presiden Bank Dunia, Jim Yong-kim, dengan diikuti sejumlah menteri Kabinet Kerja, seperti Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Sementara itu Kalla mengatakan, pertumbuhan anak dengan pertumbuhan kerdil harus dicegah sejak dini untuk menghindari generasi yang tidak produktif di masa mendatang.

"Kalau anak yang lahir hari ini tidak diberikan asupan gizi yang baik, baik ibu dan anaknya, maka 20 atau 30 tahun yang akan datang generasi kita akan menjadi generasi yang kerdil. Bangsa yang punya generasi kerdil itu pasti produktivitasnya rendah," kata Jusuf Kalla.

Kondisi kerdil biasanya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang diperoleh bayi dalam periode usia 1000 hari. Kurangnya gizi tersebut bisa bersumber dari asupan ibu, sejak mengandung dan gejalanya bisa terlihat ketika sang anak berusia dua tahun.

Indonesia menjadi negara tertinggi ke-empat di dunia dengan anak kerdil, sehingga hal itu menjadi perhatian Pemerintah untuk menggalakkan kampanye pemenuhan gizi ibu hamil dan anak-anak.

"Jadi ini tentu menjadi tanggung jawab bersama, bagaimana perilaku harus kita ubah. Tentu sudah dijelaskan tentang penyebabnya, apa yang harus dilakukan, tentang asupan ASI dan gizi, dan juga layanan kesehatan. Oleh karena itu, kita ingin hidupkan lagi kampanye ini," ujar Kalla.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018