Washington (ANTARA News) - Sebuah organisasi terbesar hak-hak kaum sipil Sikh di Amerika Serikat merasa geram dengan kebijakan baru keamanan bandara yang membolehkan petugas memeriksa sorban, penutup kepala yang dianggap suci oleh para penganut agama Sikh. "Sikh Coalition", Sabtu, mengatakan mereka telah diberitahu oleh Badan Keamanan Transportasi (TSA) bahwa menurut pedoman baru, petugas dapat meminta agar sorban dicopot, meski pemakainya sudah melewati detektor logam. "Perintah kepada para pemeriksa agar menggeledah orang bersorban sama saja dengan memerintahkan mereka untuk menggeledah setiap kulit hitam atau Arab atau Muslim," kata Amardeep Singh, direktur pelaksana Sikh Coalition dalam pernyataannya. "Kebijakan itu memungkinkan para pemeriksa menarik keluar penumpang berdasarkan agamanya." Singh berpendapat kebijakan baru TSA itu seolah-olah berpesan kepada publik bahwa "orang bersorban berbahaya." "Sikap itu bertentangan dengan semangat pluralisme agama yang dibangun negara ini," katanya. Juru bicara TSA, Lara Uselding, saat menjawab pertanyaan lewat telefon dari AFP, Sabtu malam, mengakui bahwa pada 4 Agustus badan tersebut merevisi prosedur pemeriksaan penutup kepala. Badan tersebut mengawasi keamanan di 450 bandara AS serta rel kereta api, pelabuhan dan sistem tranportasi massal lainnya. Uselding menyangkal perubahan itu ada hubungannya dengan agama para penumpang. "TSA tidak mencurigai seseorang (profiling) berdasarkan etnis atau agamanya, dan melakukan pemeriksaan berkali-kali dan keseimbangan untuk memastikan tidak ada profiling," kata Uselding mengenai 43 ribu petugas pemeriksa di bandara-bandara AS. Namun, Sikh Coalition bersikeras peraturan baru itu menyakiti perasaan 500 ribu orang di AS yang menganut agama tersebut. Menurut agama Sikh, sorban adalah suci dan wajib digunakan oleh kaum prianya, sebagai identitas jelas serta untuk menunjukkan keterikatan sepenuhnya kepada agama tersebut. Sikh adalah agama kelima terbesar di dunia dengan pengikut 23 juta jiwa, sebagian besar di India. Beberapa warga Sikh di AS mengalami pelecehan menyusul serangan di World Trade Center pada 11 September 2001. Sejumlah orang AS menilai Sikh punya kaitan dengan Al-Qaeda atau Taliban karena pemeluk Sikh mengenakan sorban. Menurut "Sikh Coalition", kebijakan memeriksa penutup kepala itu merupakan perubahan besar dari prosedur yang diberlakukan oleh pemerintah AS sejak November 2001. Kebijakan yang terdahulu mengizinkan para pemeriksa di bandara menggeledah sorban namun hanya jika pemilik sorban itu membuat alarm detektor logam berbunyi. Para pemeriksa juga diharuskan sebisa mungkin untuk menghindari sentuhan fisik kepada sorban yang keramat itu. Pencopotan penutup kepala Sikh itu menyerempet hal sensitif yaitu agama, tulis koalisi tersebut, sepoerti dikutip AFP. Namun, mereka mengakui bahwa peraturan itu juga berlaku pada topi koboi dan baret. (*)

Copyright © ANTARA 2007