Jakarta, 16/10 (ANTARA News) - Anggota DPRD DKI Jakarta Rendhika D Harsono mempertanyakan arah program "Oke Oce" yang dicanangkan Pemprov DKI Jakarta sejak tahun lalu lantaran program itu tidak mempunyai target kinerja yang jelas.

Baca juga: OK OCE dinilai masih belum maksimal

Rendhika mengatakan hal itu dalam rapat kerja pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2019 dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta serta Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, seperti dikutip dalam siaran persnya.

Baca juga: Anies Baswedan tidak mengapa anggaran OK OCE dicoret

Dalam rapat itu, Rendhika menyoroti banyaknya anggota Oke Oce yang belum bisa menjalankan usaha karena terhalang surat rekomendasi dari dinas terkait. Total ada sekitar 54.564 anggota Oke Oce yang belum bisa melegalitaskan usahanya.

Baca juga: Pemprov DKI terus matangkan pergub kewirausahaan

Hal itu terungkap ketika Rendhika menemui warga di Jakarta Selatan saat masa reses terungkap banyak masyarakat yang mengeluhkan persoalan perizinan tersebut.

"Seperti saya reses waktu banyak warga kami ini pedagang mikro tapi katanya kalau di `zona hijau` kita tidak boleh buat Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK). Meskipun itu katanya bisa itu di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI karena ada surat rekomendasi dari binaan dinas," kata politisi muda Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Baca juga: OK OCE Mart Kembangan eksis layani pembeli

Tapi, lanjut dia, saat mereka datang berbondong-bondong ke dinas binaan terkait tidak ada kejelasan untuk mengeluarkan surat rekomendasi. Kejadian ini menimpa banyak warga di Selong, Gandaria Utara dan kelurahan lain, tegas Rendhika.

Tak hanya itu, lanjut Rendhika, jika mengacu kepada KUA PPAS 2019 yang dimiliki oleh Dinas UMKM, banyak hal-hal yang tidak rasional. Seperti anggaran pendamping kewirausahan tingkat kecamatan dan kelurahan hingga anggaran penyelenggaran bazzar UKM yang menunjang program Oke Oce.

"Tim pendamping itu punya anggaran Rp10 milliar sedangkan bazar hanya Rp3 miliar sekian per kotamadya dalam setahun. Inj sangat tidak rasional," jelasnya.

Dengan kondisi demikian, Rendhika mempertanyakan, tolok ukur untuk melihat berjalannya program Oke Oce ini. Apakah acuannya pada keberhasilan dalam memberikan pelatihan, pemberian izin atau permodalannya.

"Tidak mempunyai satuan ukur untuk melihat acuan kinerja para SKPD terkait. Jadi harus di evaluasi ulang untuk 2019," kata Rendhika.

Baca juga: Pemprov DKI terus matangkan pergub kewirausahaan

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2018