Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pengunjuk rasa dari wilayah Cisoka, Kabupaten Tangerang, Banten mengaku ikut aksi Bela Tauhid 211 di Jakarta atas inisiatif sendiri.

“Saya ikut aksi sebagai bentuk solidaritas, karena ada bendera berkalimat Tauhid yang dibakar. Saya tidak bisa diam saja,” kata Syamsul Muarif (16) saat ditemui di sela unjuk rasa, di Jakarta, Jumat.

Syamsul mengatakan, ia datang ke Jakarta bersama Deni, gurunya dari Pesantren Cisoka, dengan kereta.

“Kami naik angkot lalu sambung kereta, dan jalan kaki ke lokasi kumpul,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Syamsul dan Deni mengaku kecewa dengan aksi pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid yang dilakukan oleh oknum Banser NU di Garut pada peringatan Hari Santri Nasional.

Baca juga: Orator aksi "211" kecewa dihalau polisi

Pelaku pembakaran mengaku bendera tersebut merupakan simbol dari ormas yang sudah dilarang beroperasi di Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Menurut Deni (26), dari Pesantren Cisoka, bendera yang bertuliskan Tauhid bukan simbol milik ormas tertentu.

Bendera tersebut, menurutnya, melambangkan ajaran umat Islam yang harusnya dihormati dan dilindungi oleh aturan perundang-undangan di Indonesia.

Deni, dan ribuan massa aksi Bela Tauhid 211 pun menuntut agar pemerintah mengakui bahwa bendera yang dibakar itu bertuliskan kalimat Tauhid, dan mengadili pelaku sesuai hukum yang berlaku.

Baca juga: Wiranto temui 10 orang perwakilan Aksi 211

Di lain kesempatan, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak perlu membuat pengakuan bahwa bendera itu bertuliskan kalimat Tauhid.

Menurut Jusuf Kalla saat sedang mengunjungi Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jumat, pemahaman mengenai identitas bendera tergantung pendapat masing-masing umat Islam. 

Ribuan massa mengikuti aksi bela tauhid 211 di areal dekat patung kuda, depan gedung PT Indosat, Jalan Medan Merdeka Barat, sejak pukul 13.00 WIB.

Rencananya, aksi akan berakhir pada pukul 18.00 WIB.  

Baca juga: Massa Bela Tauhid 211 berkumpul depan Patung Kuda Monas

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018