Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengemukakan hasil survei tahun 2018 menunjukkan Aceh, Jawa Barat, dan Banten merupakan daerah dengan tingkat penerimaan hoaks tinggi.

"Tiga daerah tersebut tinggi tingkat penerimaan terhadap hoaks terkait bangkitnya komunisme, kriminalisasi ulama, dan masuknya jutaan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China," kata Peneliti LIPI Amin Mudzakir dalam diskusi bertajuk "Hoax, Integritas KPU dan Ancaman Legitimasi Pemilu", di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan survei LIPI tersebut ingin memotret tingkat intoleransi di sembilan provinsi di Indonesia yaitu Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Hasilnya, menurut dia, daerah yang memiliki afiliasi dengan Islam politik memiliki tingkat penerimaan informasi hoaks tinggi.

Dia menjelaskan daerah yang memiliki afiliasi Islam politik yang dimaksud adalah daerah yang memiliki afiliasi dengan Masyumi, tempat partai tersebut menang dalam Pemilu 1955, sehingga antipati pada komunis.

"Agama menjadi paham yang berikan dasar keyakinan bahwa komunisme adalah salah dan itu digunakan tentara di era Orde Baru untuk mengkampanyekan paham anti-komunisme," ujarnya.

Namun dia menilai beberapa daerah yang memiliki pengaruh Nahdlatul Ulama (NU) sangat kuat maka daya tahannya terhadap hoaks tentang komunis sangat tinggi, seperti di Jawa Timur.

"PBNU bahkan sudah mengatakan kalau isu kebangkitan PKI itu hoaks, kalau ditarik ke belakang, di era Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid ada usaha rekonsiliasi dan berkali-kali dikatakan bahwa PKI sudah kalah dan tidak mungkin bangkit kembali," katanya.

Selain itu dia menilai ormas seperti Muhammadiyah bersikap ambivalen terkait isu hoaks komunisme yaitu tidak memberikan ketegasan sikap apakah kebangkitan PKI itu hoaks atau tidak sehingga masyarakat di akar rumput tidak punya dasar referensi untuk mengeceknya.

Baca juga: Pengamat: masyarakat semakin matang respon hoaks
Baca juga: Polri sebut penyebaran hoaks dimulai dari grup "WhatsApp"

 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019