Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sekitar 2.000 orang memprotes junta Myanmar melalui satu unjukrasa yang digelar di Kuala Lumpur pada Selasa, mulai di Kedubesnya di ibukota Malaysia itu hingga ke misi-misi Rusia dan China. Mereka termasuk para anggota masyarakat etnik Myanmar, banyak di antara mereka mengenakan pakaian tradisional meneriakkan penentangan mereka terhadap tindakan keras yang berdarah junta terhadap protes anti pemeritnah. "Kami menginginkan demokrasi" teriak para pemrotes di luar kedubes sekutu dekat Myanmar, China. Mereka juga menyerukan Myanmar dikeluarkan dari ASEAN yang beranggotakan 10 negara itu dan pembebasaan pemimpin pro demokrasi Ang San Suu Kyi. "Kami benci junta. Semua kami menginginkan mereka mundur," kata seorang prmrotes , Sandar Su, 19 tahun kepada AFP. Ia membawa satu plakat yang menyebut junta "pembunuh". Mahasiswa sebuah perguaan tinggi itu, yang melarikan diri dari Myanmar dalam usia lima tahun menyerukan intervensi militer asing di Myanmar dan menuduh PBB tidak efektif. Ia mengatakan junta "membodohi PBB untuk meyakinkan bahwa mereka akan melakukan perobahan." Satu unjukrasa yang sama terjadi di luar kedubes-kedubes itu, Jumat , paling tidak 150 aktivis Malaysia melakukan protes dekat kedubes Myanmar menuntut junta militer menghentikan penindasannya. Seorang utusan khusus PBB, Ibrahim Gambari , tetap berada di Myanmar, Selasa setelah dikirim Sekjen PBB Boon Ki Moon menyusul tindakan keras yang dimulai Rabu terhadap pengunjukrasa anti pemerintah. Paling tidak 13 orang tewas dan ratusan lainnya ditahan. "Kami mengharapkan semua pemimpin dunia dapat membantu menggulimgkan junta militer itu. Dunia harus membantu kami," kata Andy Myo, 30 tahun yang bekerja sebagai pelayan di Malaysia sejak ia meninggalkan Myanmar tahun 2004. Myo membawa sebuah poster yang bertuliskan "Kami adalah para tahanan di negara kami sendiri." Seorang pemrotes lainnya, Mung, 29 tahun mengatakan ia tiba di Malaysia Juni lalu untuk mencari status pengungsi. "Saya tidak memiliki pekerjaan dan hidup adalah sulit. "Saya menginginkan demokrasi," katanya sambil mengacungkan sebuah plakat yang menyebut Rusia dan China "saudara kembar yang nakal". Kemlu Rusia sebelumnya menyebut krisis Myanmar sabagai satu "masalah dalam negeri" tetapi pada hari Jumat menyerukan dilakukan usaha segera untuk mencegah kerusuhan lebih jauh. Polisi anti huruhara Malaysia mengawasi unjukrasa yang berlangsung ecara damai itu. Malaysia menampung banyak pekerja migran dari Myanmar, banyak di antara mereka masuk secara ilegal, demikian AFP.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007