Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) menyayangkan penyebutan NU sebagai ormas radikal dalam buku panduan belajar untuk Kelas V Sekolah Dasar (SD).
   
"PB NU sangat menyayangkan diksi 'organisasi radikal' yang digunakan oleh Kementerian Pendidikan dalam buku tersebut," kata Sekretaris Jenderal PB NU, HA Helmy Faishal Zaini, kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
 
Ia menyayangkan hal tersebut meskipun frasa "organisasi radikal" yang dimaksud adalah bersikap keras menentang penjajahan Belanda.
   
Menurut dia, istilah itu bisa menimbulkan kesalahpahaman oleh peserta didik di sekolah terhadap Nahdlatul Ulama. "Organisasi radikal belakangan identik dengan organisasi yang melawan dan merongrong pemerintah, melakukan tindakan-tindakan radikal, menyebarkan teror dan lain sebainya," kata dia.
   
Jika dibiarkan, dia khawatir pemahaman itu akan berbahaya, terutama jika diajarkan kepada siswa-siswi.
   
Dalam buku tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kurang jeli dan tidak pas dalam membuat fase pergerakan nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan.
   
Ia mengatakan, penulis buku menyebut bahwa setelah mengalami fase pergerakan nasional pada 1900-an, kemudian dilanjutkan dengan fase masa awal radikal  yang terjadi pada 1920-1926.
   
"Istilah masa awal radikal ini yang keliru dan tidak tepat. Jika ingin menggambarkan perjuangan kala itu, yang lebih tepat frasa yang digunakan adalah masa patriotisme, yakni masa-masa menetang dan melawan penjajah," kata dia.
   
Oleh karena itu, kata dia, PB NU meminta pertanggungjawaban Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas persoalan itu. "Potensi mudarat yang ditimbulkan sangat besar sehimgga harus diambil langkah cepat untuk menyikapinya," katanya. 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019