Balikpapan, 14/2 (ANTARA News) - Polisi menangkap seorang pria berusia 22 tahun karena diduga menjadi muncikari jaringan prostitusi "online" di Balikpapan dan Samarinda.

Bersama pria bernama Adi Setianto, turut diamankan dua wanita berusia 20-an tahun yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK). Adi, warga Jalan S Parman, Kelurahan Temindung Permai, Sungai Pinang, Samarinda, ditangkap polisi saat mengantar dua wanita ke hotel di kawasan Jalan Ery Suparjan, Klandasan Ulu, tak jauh dari markas Polres Balikpapan.

"Petugas menyamar dan memesan jasa PSK melalui aplikasi media sosial MiChat," terang Kepala Polres Balikpapan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Wiwin Firta.

Melalui aplikasi itu, disepakati harga, waktu, dan juga ke mana tempat PSK harus diantarkan. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Polisi (AKP) Makhfud Hidayat, kepada Adi dijanjikan uang muka Rp1 juta, yang bagian dari pembayaran total Rp3,6 juta atau masing-masing PSK Rp1,8 juta. Sisanya akan dibayar setelah jasa diberikan.

Beberapa saat setelah pukul 20.00 (Rabu 13/2), tersangka datang membawa dua wanita yang diperdagangkannya ke Hotel Ibis. Petugas yang menyamar pun membayar kepada Adi, uang muka yang sudah dijanjikan. "Segera setelah itu kami menyergap tersangka yang tak berkutik," kata AKP Makhfud. Uang Rp1 juta pun dijadikan barang bukti, berikut empat pak kondom merek Fiesta, dan handphone merk Vivo.

Setelah diproses verbal oleh polisi, kedua wanita diizinkan pulang. "Mereka hanya dikenakan wajib lapor," lanjut Makhfud.

Kepada polisi Adi Setianto mengaku bahwa dirinya memang menjadi penyedia jasa prostitusi dengan memperkenalkan sejumlah wanita yang memang menyediakan jasa tersebut. Aplikasi media sosial MiChat menjadi satu tempat Adi menjajakan para PSK tersebut.

Aplikasi tersebut digunakan karena sifatnya yang sangat anonim. Pengguna dapat masuk dan bersosialisasi di media itu dengan menggunakan identitas palsu. Walaupun alamat internet atau IP address pengguna masih bisa diketahui tapi umumnya juga pengguna MiChat tidak terlalu memperhatikan hal tersebut.

"Aplikasi ini kan disalahgunakan, ini dibuat sebenarnya hanya untuk bersosialisasi secara wajar, bukan untuk bisnis prostitusi. Sama seperti teknologi dan aplikasi lain,? kata Teddy Johan yang juga pengguna aplikasi itu.

Polisi mengenakan Pasal 2 atau Pasal 9 UU Nomor 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Menurut Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu Inspektur Polisi Dua Henny Purba, perbuatan pelaku menawarkan dua wanita untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang dan tindak pidana itu tidak terjadi, dijerat dengan pasal 2 atau pasal 9 UU Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

"Ancama hukumannya penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp600 juta," jelas Ipda Henny.

 

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019