Banjar (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj mengatakan harus ada jalan keluar bagi petani cangkul miskin yang kini terlindas revolusi industri 4.0 (generasi keempat).
   
"Di sektor pertanian, 30 persen adalah petani cangkul yang masih terseok di gelombang revolusi industri 4.0. NU perlu mengingatkan bahwa manusia dan kemanusiaan harus tetap merupakan dimensi utama dalam pembangunan," kata Said di acara Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) 2019 di Banjar, Jawa Barat, Rabu.
   
Menurut dia, solusi untuk para petani miskin itu harus digarap bersama dari masyarakat dan pemerintah. Tugas pemerintah adalah mengelola peluang positif revolusi digital sekaligus mereduksi, mengantisipasi dan merekayasa 'mudarat-mudarat' teknologi agar tidak mendehumanisasi pembangunan.
   
Revolusi industri 4.0 itu, kata dia, juga berdampak luas terlebih pada sektor lapangan kerja. Said mengutip Mckinsey Global Institute yang menyebutkan revolusi industri 4.0 akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia hingga tahun 2030 karena pekerjaan mereka diambil alih robot dan mesin.
   
Khusus di Indonesia, akan ada sekitar 3,7 juta lapangan kerja baru yang terbentuk, tetapi ada sekitar 52,6 juta lapangan kerja berpotensi hilang akibat revolusi digital.
   
"Bagian dari peluang positif revolusi industri 4.0 telah kita rasakan di Indonesia dengan kemudahan-kemudahan transaksi daring untuk memenuhi sejumlah hajat hidup masyarakat," katanya.
   
Namun, kata dia, bagian dari ancaman revolusi industri 4.0 adalah tergusurnya sejumlah lapangan kerja di tengah masalah pengangguran dan postur tenaga kerja yang belum bersaing. Sekitar 60 persen angkatan kerja Indonesia adalah lulusan SMP ke bawah.
   
"Bagaimana nasib mereka? Dalam revolusi digital, mereka terancam terus menerus menjadi korban pembangunan. Sektor pertanian adalah penyumbang terbesar kedua PDB Indonesia. Namun, di sektor ini menjadi tempat bergantung hidup 82 persen rakyat miskin ini," kata dia.
   
Dia mengatakan Indonesia memang sedang menghadapi tantangan dan ancaman revolusi industri 4.0. Sementara Jepang telah bicara tentang revolusi industri 5.0 yang mendedikasikan capaian teknologi untuk melayani kemanusiaan.
   
"Indonesia, dengan segala kearifannya, harus mampu menyambut peluang-peluang baru tanpa menimbulkan jurang ketimpangan sosial yang lebih dalam," katanya.
   
Sementara itu, Munas-Konbes 2019 yang di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar, Banjar, merespon kebutuhan umat mengenai panduan keagamaan soal perkembangan dunia daring. 
   
Lewat Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, para alim ulama membahas perniagaan daring. Lewat pembahasan bahtsul masail, Said mengatakan NU memerankan fungsinya bagi umat dan bangsa.
   
"Nahdlatul Ulama didirikan dengan dua mandat besar, yaitu peran dan tanggung jawab keagamaan (mas’uliyah diniyah) dan peran dan tanggung jawab kebangsaan (mas’uliyah wathaniyah)," katanya. 

Baca juga: Wapres: KB diperlukan untuk hadapi revolusi industri 4.0
Baca juga: Isu pangan dan energi pada era industri 4.0
Baca juga: Menristekdikti seru generasi milenial manfaatkan revolusi industri 4.0

 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019