Banjar  (ANTARA News) - Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama mendorong penghapusan praktik persaingan usaha tidak sehat yang merugikan hajat hidup orang banyak.
   
"Banyak faktor yang melatarbelakanginya, mulai dari kongkalikong antara pengusaha dengan pejabat, masih maraknya praktik suap dan tipu daya antarpengusaha," kata salah satu anggota Komisi Bahtsul Masail dan tim perumus draf keputusan Muhammad Syamsudin di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar, Banjar, Kamis.
   
Desakan agar diciptakan persaingan usaha yang sehat itu muncul  dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah (pembahasan persoalan-persoalan regulasi) yang menelaah Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti Monopoli dan Persaingan Usaha.
   
RUU itu dirancang untuk mengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 
   
Regulasi yang ada dinilai sejumlah kalangan masyarakat belum dapat menampung dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat kendati UU itu berupaya menjaga kepentingan umum dan mencegah praktik monopoli oleh pelaku usaha.
   
Kendati terdapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menurut Syamsudin praktik usaha yang tidak sehat masih merajalela, seperti monopoli, monopsoni, penguasaan pasar baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain serta persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender.
   
Dia mengatakan UU No 5 Tahun 1999 bermasalah soal pengertian "praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat", kelembagaan dan kewenangan KPPU, persoalan denda dan hukuman serta kode etik dan dewan pengawas.
   
Komisi, lanjut dia, mendorong rencana perbaikan perangkat hukum yang mengatur persaingan usaha karena dalam pembahasannya sebelumnya tergesa-gesa. 
   
Selain itu, kata dia, forum Bahtsul Masail cenderung menyetujui draf revisi yang memperluas kewenangan KPPU untuk bertindak sebagai penyidik, penuntut dan sekaligus pemutus perkara.
   
Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah juga menyoroti tentang peleburan usaha (merger) agar diantisipasi melalui aturan UU Penanaman Modal Asing (PMA) dengan orientasi melindungi produk dan pengusaha dalam negeri. 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2019