Jakarta (ANTARA) - Pengamat energi dan Direktur Eksekutif Reforminer Insti­tute Komaidi Notonegoro menyarankan kepada Pertamina untuk memaksimalkan penyerapan gas alam cair (LNG) dalam negeri atau domestik.

“Sebelum melakukan impor, ada baiknya Pertamina perlu melihat dulu data cadangan LNG di dalam negeri, kadang memang data yang dimiliki oleh korporat dan pemerintah memang ada perbedaan,” kata Komaidi ketika dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

PT Pertamina diketahui telah meneken perjanjian jual beli (SPA) dengan Anadarko Petroleum Corporation guna melakukan pembelian gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) dari Mozambik LNG1 Company Pte Ltd, yang merupakan entitas penjualan bersama yang dimiliki dari Mozambik Area 1 co-venturer.

Pertamina menyebutkan impor tersebut untuk mengantisipasi kebutuhan LNG di dalam negeri yang diperkirakan akan terus mengalami kenaikan kebutuhan. Rencana impor dari Mozambik akan dilakukan pada 2024, dengan alasan harga yang ditawarkan lebih kompetitif.

Komaidi melanjutkan bahwa kebutuhan Pertamina harus melakukan impor tersebut adalah hal biasa dalam bisnis migas, di mana memang Pertamina sebagai korporat dan pemerintah adalah entitas yang berbeda dalam memandang kapasitas kebutuhan masing-masing.

Pemerintah sendiri mengakui tengah kelebihan pasokan LNG, Pemerintah sedang menjajaki untuk menawarkan 40 kargo gas alam cair (LNG) yang belum terjual kepada Amerika Serikat dan Jepang.

"Kami masih memiliki kargo LNG yang belum terkontrak. Kalau ada delegasi sekalian yang berminat, kami tawarkan," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Djoko Susilo di depan delegasi Amerika Serikat dan Jepang dalam lokakarya optimalisasi LNG di Jakarta, Selasa (5/3).

Saat ini pemerintah tengah mencari pembeli LNG sebab kebutuhan dalam negeri tidak mampu menyerap produksi yang dihasilkan, sehingga berlebih.

Kelebihan pasokan di antaranya berasal dari LNG Tangguh dan LNG Bontang. Selama ini Indonesia mengekspor LNG ke lima negara yaitu Jepang, Amerika Serikat, China, Korea Selatan, dan Singapura. Langkah terdekat, Pemerintah berencana menjual kelebihan LNG ke pasar bebas (spot). Rencananya, Djoko menyebutkan, sebanyak 10 kargo LNG akan dilepas ke pasar bebas hingga Juni mendatang. Sisa dari 10 kargo LNG tersebut merupakan kelebihan produksi 2018.

Tahun ini produksi LNG dari Bontang dan Tangguh mencapai 252 kargo. Dari jumlah total capaian produksi tersebut direncanakan 185 kargo akan diekspor sesuai dengan kontrak yang sudah tersepakati, namun sisanya akan dipergunakan untuk pemenuhan dalam negeri.

Indonesia, kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Djoko Siswanto, masih memiliki cadangan gas alam sebesar 135,55 trilion standard cubic feet (TSCF) di seluruh Nusantara.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019