Bisa saja di pekan ini elektabilitas pasangan calon nomor urut 01 tidak terpengaruh, namun sangat mungkin pengaruhnya akan lebih kencang pada pekan-pekan mendatang, terutama pada melonjaknya jumlah pemilih yang ragu-ragu (undecided voters)
Jember (ANTARA) - Pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember (Unej) Dr Muhammad Iqbal menilai kasus operasi tangkap tangan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy secara tidak langsung dapat mempengaruhi elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf.Amin

"Hal yang pasti, sebagai orang dalam istana di ring satu, Romy yang kini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap menjadi pukulan telak buat pasangan capres-cawapres nomor urut 01," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.

Untuk mengetahui pasti, lanjut dia, mungkin perlu dalam satu atau dua pekan ke depan dilakukan survei elektabilitas pasangan capres dan cawapres yang tujuannya, agar ada basis data ilmiah dan akurat yang memotret suara opini publik dari efek tertangkapnya Romahurmuziy atau yang akrab dipanggil Rommy.

"Bisa saja di pekan ini elektabilitas pasangan calon nomor urut 01 tidak terpengaruh, namun sangat mungkin pengaruhnya akan lebih kencang pada pekan-pekan mendatang, terutama pada melonjaknya jumlah pemilih yang ragu-ragu (undecided voters)," ucap pengajar ilmu Hubungan Intenasional FISIP Unej itu.

Menurutnya lonjakan jumlah tersebut sangat mungkin terjadi karena psikologi politik pemilih yang semula berharap besar pada kekuatan simbol politik Islam, kini menjadi terdegradasi oleh kasus Rommy yang tertangkap KPK karena kasus suap di Kementerian Agama (Kemenag).

"Bukankah rakyat tahu bahwa dipilihnya Ma'ruf Amin sebagaimana yang sering dikampanyekan oleh Rommy sebagai representasi politik Islam dan kepedulian pada ulama. Rommy sebagai orang yang rajin berkampanye tentang hal itu justru terjebak dalam pusaran korupsi dan jelas jadi pukulan telak yang seolah memupus harapan pemilih muslim," tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, penangkapan OTT yang dilakukan KPK terhadap Rommy jelas sangat berdampak pada nasib Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan para calon legislatifnya yang bertarung dalam Pemilu Legislatif 2019, baik di pusat, provinsi hingga level daerah, sehingga diprediksi akan terjadi penggerusan potensi suara yang sangat besar pada salah satu simbol partai Islam itu.

"Modal sosial berupa social trust dari masyarakat muslim bisa langsung anjlok. Apalagi jika membuka record KPK, mantan Ketum PPP Suryadharma Ali juga terjerat kasus korupsi dana haji dan kini yang dituduhkan pada Rommy terkait 'jual beli' jabatan di Kemenag jelas memicu terjadinya ketidakpercayaan pada tokoh simbol politik Islam," ujarnya.

Pakar komunikasi politik Unej itu menilai masa depan PPP di Pemilu 2019 bisa sangat mungkin suram dan terlempar dari Senayan dan hal tersebut bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi partai politik dan elite-elite partai yang berada di pusaran kekuasaan.

"Pelajaran dari Rommy Effect ada dua yakni seharusnya para politisi berjuang progresif mengedepankan visi kebangsaan berbasis kemuliaan bukan pada nafsu jabatan dan di masa titik paling mendidih, perhelatan pilpres dan pileg, tokoh-tokoh kedua kubu seharusnya semakin berhati-hati, taktis dan strategis, sehingga tidak membuat blunder yang tak bermutu apalagi sampai terjerat kasus pidana korupsi," katanya, menambahkan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy bersama dua orang lainnya yakni Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin (HRS), bahkan ketiganya resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait suap seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI Tahun 2018-2019.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019