Asal narapidana mau mengikuti aturan atau regulasi Undang-Undang Pemilu dan memenuhi syarat sebagai pemilih, seperti memiliki KTP elektronik dan terdaftar dalam DPT, mereka berhak mencoblos.
Cilacap (ANTARA) - Alcatraz Indonesia. Sebutan itu sama sekali tak berlebihan untuk Nusakambangan, pulau yang ketika disebut namanya saja, nyali penjahat paling sangar sekalipun langsung ciut.

Sejak zaman kolonial, pulau legendaris itu telah menjadi amat masyhur karena bromocorah paling sadis, teroris paling bengis, gembong narkoba paling bejat dan koruptor paling rakus, dikerangkeng dalam jeruji besi di penjara-penjara paling ketat yang tersebar di sejumlah tempat di pulau seluas 21.600 hektare itu.

Banyak narapidana bahkan harus meregang nyawa, dieksekusi mati di pulau yang berjarak beberapa ratus meter dari pantai Teluk Penyu Cilacap, Jawa Tengah itu. Sebut di antaranya yang paling fenomenal, eksekusi mati trio Bom Bali: Imam Samudra, Amrozi dan Ali Gufron.

Pemerintahan silih berganti, namun legenda Nusakambangan sebagai penjara paling angker di Tanah Air tetap abadi. Karena baik pemerintah kolonial, Orde Lama, Orde Baru, dan presiden-presiden Era Reformasi tetap mempertahankan Nusakambangan sebagai pulau tertutup, pulau penjara.

Saat ini tujuh penjara, yakni Lapas Batu, Lapas Besi, Lapas Narkotika, Lapas Kembangkuning, Lapas Permisan, Lapas Pasir Putih, dan Lapas Terbuka, beroperasi di Nusakambangan. Tidak lama lagi, penjara di Pulau Nusakambangan akan bertambah satu, yakni Lapas Karanganyar yang saat ini masih dalam proses pembangunan.

Dari tujuh lembaga pemasyarakatan (lapas), dua di antaranya masuk dalam kategori penjara high risk dengan sistem pengamanan super maximum security, yakni Lapas Batu dan Lapas Pasir Putih. Penghuni dua lapas risiko tinggi itu adalah napi kasus terorisme dan gembong narkoba yang dianggap sangat berbahaya, sehingga mereka harus ditempatkan secara one man one cell atau satu orang dalam satu sel.
 
Dokumentasi - Kapal menyeberangkan lima bus pengangkut napi kasus terorisme dari Dermaga Wijayapura, Cilacap, ke Dermaga Sodong, Pulau Nusakambangan,  10-5-2018. (Foto: Sumarwoto) 


17 April 2019, pemilu raya akan digelar di seluruh Nusantara. Kendati penghuni penjara Nusakambangan adalah mereka-mereka yang dianggap punya dosa terhadap kemanusiaan dan negara, sebagian besar mereka adalah warga negara yang masih memiliki hak politik. Oleh karena itu Komisi Pemilihan Umum juga harus melayani hak politik mereka; memilih presiden, wakil presiden dan wakil rakyat pada perhelatan Pemilu 2019.

Direktur Keamanan dan Ketertiban Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Lilik Sujandi mengatakan narapidana (napi) memiliki hak sosial politik yang sesuai dengan ketetapan Undang-Undang.

"Tentu Undang-Undang Pemilu mengatur itu, karena persyaratan hak memilih antara warga yang di luar dan warga binaan (napi) itu sama," kata pria yang pernah menjabat Kalapas Narkotika Nusakambangan.

Kendati demikian ada yang tidak sama. Karena mereka masih harus menjalani masa hukuman, penyelenggaraan pencoblosan atau pemungutan suara harus dilaksanakan di dalam lapas, tidak di luar.

Baca juga: Pengawal pemilu raya di Kampung Laut

Menurut Lilik, asal narapidana mau mengikuti aturan atau regulasi Undang-Undang Pemilu dan memenuhi syarat sebagai pemilih, seperti memiliki KTP elektronik dan terdaftar dalam DPT, mereka berhak mencoblos.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cilacap lah yang harus bekerja ekstra, agar pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 di lapas-lapas Nusakambangan dapat terselenggara dengan baik dan lancar.

Tantangan penyelenggaraan pemungutan suara di penjara memang kompleks. Terutama karena pemilihnya adalah narapidana, yang beberapa di antara mereka memiliki pandangan dan sikap politik yang ekstrem. Banyak napi tidak mau menggunakan hak pilihnya, terutama napi terorisme. Napi kasus terorisme banyak menjadi penghuni Lapas Batu.

"Bahkan mungkin sebagian mereka menganggap pemilu itu haram," kata Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Cilacap Bachtiar Hastiarto. Oleh karena itu, ia mengharapkan KPU Cilacap dapat melakukan pendekatan dengan mengandeng alim ulama untuk memberikan edukasi kepada para napi bahwa pemilu itu penting dan bagian dari kecintaan terhadap Allah SWT, bangsa dan negara Indonesia.

Mantan Kepala Lapas Batu/Koordinator Lapas Se-Nusakambangan dan Cilacap Hendra Eka Putra juga mengakui jika banyak napi di Lapas Batu yang menolak untuk menggunakan hak pilih, karena mereka tidak mengakui NKRI.

"Kami melakukan pendekatan hingga akhirnya ada beberapa puluh orang yang mau kembali ke NKRI. Itu tergantung dari pendekatan kita, cara penyampaian ke mereka. Karena ini merupakan hak warga negara, mereka punya hak untuk dipilih dan memilih," kata pria yang sejak bulan Maret 2019 menjabat Kepala Lapas Cipinang.

Kendati banyak napi yang bersikap ekstrem, kata Hendra yang juga pernah menjadi Kepala Lapas Pasir Putih, sistem pembinaan di lapas-lapas se-Nusakambangan sebenarnya lebih tertata karena menggunakan sistem revitalisasi serta ada pembedaan lapas-nya, yakni "super maximum security", "maximum security", "medium security", dan "minimum security".

Baca juga: Pemilu adalah kegembiraan orang-orang pulau

Data Pemilih

Tidak hanya itu, kompleksitas penyelenggaraan pemilu di Nusakambangan juga disebabkan pergerakan napi di lapas-lapas sangat dinamis. Rotasi napi antarlapas di pulau Nusakambangan dilakukan secara periodik. Perpindahan napi dari maupun keluar Nusakambangan pun sering terjadi.

Anggota KPU Kabupaten Cilacap Divisi Pemutakhiran Data Pemilih Ami Purwandari mengatakan berdasarkan data yang diterima per bulan Februari 2019, jumlah napi di Nusakambangan sebanyak 2.195 orang.

Dari jumlah tersebut diketahui sebanyak 1.203 napi telah melakukan perekaman KTP-El dan punya nomor induk kependudukan (NIK), sedangkan 992 napi lainnya belum ada NIK-nya sehingga KPU Kabupaten Cilacap tidak bisa memasukkannya sebagai pemilih.

"Hanya ada nama dan kadang itu nama samaran sehingga kami susah mengidentifikasi ini siapa. Dindukcapil saja kesulitan karena minimal harus ada NIK," katanya.

Dari 1.203 napi yang telah memiliki NIK, kata dia, sebagian di antaranya telah masuk ke dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan sisanya sedang diproses untuk masuk ke daftar pemilih tambahan (DPTb).

"Kami masih terus mendata jumlah pemilih di Nusakambangan karena Cilacap merupakan satu-satunya kabupaten dengan jumlah lapas terbanyak dan jaraknya berjauhan. Kemungkinan masih ada pergerakan napi di Nusakambangan maupun Cilacap, namun yang paling banyak di Nusakambangan," katanya.

KPU Kabupaten Cilacap bersama Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dindukcapil) setempat telah melakukan perekaman data kartu tanda penduduk elektronik (KTP-El) di Lapas Pulau Nusakambangan dan Lapas Cilacap yang juga untuk pemutakhiran data pemilih karena banyak data kependudukan napi yang belum terekam oleh Kementerian Dalam Negeri.

Ditjen Pemasyarakatan juga telah berkoordinasi dengan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri untuk melakukan meluaskan akses kepada narapidana untuk melakukan perekaman data KTP-El.  "Kita memohon supaya Dindukcapil provinsi dan kabupaten/kota diberikan kesempatan untuk membuka akses bagi narapidana yang berdomisili luar wilayah lapas tempatnya menjalani hukuman," katanya.

Sembilan TPS

Ketua KPU Kabupaten Cilacap Handi Tri Ujiono menyatakan KPU menyiapkan sembilan tempat pemungutan suara (TPS) di Nusakambangan. TPS di Pulau Nusakambangan ikut PPS (Panitia Pemungutan Suara) Kelurahan Tambakreja, Kecamatan Cilacap Selatan. Sembilan TPS di Nusakambangan itu tersebar di Lapas Besi, Lapas Narkotika, dan Lapas Permisan masing-masing dua TPS, sedangkan di Lapas Pasir Putih, Lapas Kembangkuning, serta daerah Candi masing-masing satu TPS.

Lapas Batu tidak ada TPS-nya karena semula tidak ada napi yang bersedia ikut perekaman KTP-El dan tidak mau menggunakan hak pilihnya khususnya napi kasus terorisme. Akan tetapi setelah dilakukan pendekatan secara personal, beberapa napi kasus terorisme akhirnya bersedia mengikuti perekaman KTP-El dan menggunakan hak pilihnya.

"Pemilih di Nusakambangan akan dilayani TPS 65 hingga TPS 73. Khusus TPS 65 yang berlokasi di Candi atau luar lapas itu ditujukan untuk melayani 98 warga Nusakambangan dan dimungkinkan pula bergerak untuk melayani napi di Lapas Batu serta Lapas Terbuka," kata Anggota KPU Kabupaten Cilacap Divisi Teknis Penyelenggaraan Weweng Maretno.

KPU Kabupaten Cilacap juga berupaya mengantisipasi kemungkin bertambahnya jumlah pemilih di Nusakambangan pada hari pemungutan suara, karena pengajuan pencetakan suara berdasarkan data per tanggal 11 Desember 2018, sedangkan pergerakan napi di pulau penjara itu sangat dinamis.

Oleh karena itu, jika terjadi kekurangan surat suara di Nusakambangan, KPU akan memenuhinya dengan cara mengambil surat suara cadangan dari TPS-TPS di wilayah PPS Kelurahan Tambakreja.

"Untuk distribusi logistik, kami akan perlakukan khusus. Insya Allah H-1 pemungutan suara sudah terkirim ke KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara) di Nusakambangan," kata Handi.

Lilik berharap penyelenggaraan pemilu di Nusakambangan dapat berjalan lancar. Kalaupun ada napi terorisme yang menolak mengikuti pemilu, Lilik menilai itu hak mereka untuk golput, mereka punya hak politik, bisa digunakan bisa tidak.

"Tetapi yang jelas, lapas punya kewajiban untuk memfasilitasi narapidana yang memenuhi syarat untuk melakukan pencoblosan. Apabila hak itu tidak dipergunakan, ya tidak masalah," katanya.

Editor: Sapto HP
Copyright © ANTARA 2019