Jakarta (ANTARA) - "Di mana dia mau menjalani sisa usia atau tinggal, bukan kita yang mengatur. Itu adalah hak lansia yang harus kita hargai."

Kalimat itu diucapkan oleh Kepala Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Ibnu Abas pada Kamis (28/3), ketika ditanya mengenai latar pendirian hunian khusus untuk warga lanjut usia.

Hunian yang berada di Cibubur, Jakarta Timur, tersebut memang berbeda dengan panti sosial dan panti wreda lain, yang umumnya menerima semua orang lanjut usia tanpa pandang bulu.

Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan hanya menerima warga lansia yang atas kesadaran dan keinginan sendiri ingin tinggal di sana.

Di samping itu, pengelola juga mewajibkan setiap penghuni memiliki tiga anggota keluarga yang berperan sebagai penanggungjawab.

Anggota keluarga yang bertanggung jawab diwajibkan mengunjungi kerabat lanjut usia yang tinggal di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan secara berkala. Kalau mereka sampai tiga bulan tidak datang berkunjung, biasanya pengurus sasana akan menghubungi mereka untuk meminta keterangan.

Selain itu, pengelola Sasana Tresna Werdha hanya menerima calon penghuni yang tidak memiliki penyakit menular, gangguan jiwa serta demensia parah karena kondisi itu dinilai bisa mengganggu penghuni lainnya.

Ibnu menjelaskan Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan mengambil langkah tersebut untuk menghormati keinginan dan aspirasi warga lansia yang menggunakan fasilitas mereka.

"Bukan maksud mempersulit, tapi untuk memastikan bahwa yang mau ke sini adalah pilihan terbaik untuk mereka," kata Ibnu.

Dia menjelaskan bahwa semula pengelola sasana tidak menarik bayaran kepada penghuni. Pengelola baru mengenakan uang sewa setelah krisis moneter menerpa Indonesia tahun 1998.

Kini tarif menghuni satu kamar standar di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Rp4 juta, sementara kamar VIP yang dilengkapi dengan  beranda dan fasilitas tambahan seperti pendingin udara tarifnya Rp8 juta per kamar.

Meski tarifnya terhitung tinggi, warga lanjut usia yang berminat menempati hunian itu tetap banyak. Sekarang 63 dari 102 kamar yang ada di sasana sudah berpenghuni.


Pilihan menghabiskan masa tua

Suryo Syam sudah setahun tinggal di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan. Pria 74 tahun itu memutuskan tinggal di sasana setelah saudara perempuannya meninggal dunia.

"Rumah sudah sepi. Keluarga sudah sibuk masing-masing, kalau di sini bisa untuk sosialisasi," kata Suryo, yang dulu bekerja sebagai wartawan di satu media nasional.

Di sasana, dia melewatkan waktu dengan aktivitas seperti senam dan melukis. Ia juga tidak meninggalkan kebiasaan lamanya, membaca berita dan bermain catur.

"Catur itu membuat otak saya tetap aktif. Sampai sekarang saya tidak pikun," katanya.

Sementara Wawa Chairunnisa, penghuni lainnya, menikmati pertemanan dengan sesama warga lansia di sasana tersebut. Dia juga menikmati kegiatan berkelompok seperti menjahit dan membuat keset bersama penghuni yang lain.

"Ini untuk menghabiskan waktu. Bikin keset atau menjahit buat dijual lagi, meski tidak kejar tayang seperti pengrajin di luar," kata Wawa, yang sudah beberapa tahun tinggal di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan.

Tapi tinggal di hunian khusus lansia tidak membuat mereka sepenuhnya lepas dari drama keluarga, dan kalau peristiwa semacam itu terjadi pengurus sasana mau tidak mau kadang harus terlibat.

"Kadang saya punya masalah dua, dari pasien yang lansia, juga saya harus menghadapi permasalahan keluarganya. Tidak sedikit yang begitu. Misalnya, anak datang ke sini bukan untuk memberikan bantuan tapi malah setelah pulang si nenek cerita ke saya kalau dia yang harus bantu anaknya," kata Ibnu.


Prakarsa Ibu Tien

Pendirian Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan diprakarsai oleh Siti Hartinah Suharto, yang biasa dipanggil Ibu Tien Soeharto. Presiden Suharto meresmikannya pada 14 Maret 1984.

Ibu Tien menamai hunian untuk lansia tersebut Sasana Tresna Werdha untuk membedakan fasilitas itu dengan panti jompo serta menghilangkan citra bahwa hunian itu tempat penitipan lansia.

Awalnya fasilitas diperuntukkan bagi janda pahlawan. Namun pada perkembangannya, karena peminatnya banyak, fasilitas itu bertransisi menjadi hunian bagi warga lansia.

Pemerintah kemudian membantu fasilitas yang berada dalam naungan Yayasan Karya Bhakti Ria Pembangunan pimpinan dokter Tumbu Ramelan tersebut meningkatkan pelayanan bagi warga lanjut usia.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2018 menyelesaikan pembangunan gedung baru untuk sasana, menambah daya tampung hunian warga lanjut usia tersebut.

Kebutuhan akan fasilitas pelayanan bagi warga lanjut usia akan meningkat bersama dengan pertambahan populasi warga lanjut usia.

Jumlah warga lanjut Indonesia, menurut proyeksi Badan Pusat Statistik, akan bertambah menjadi 63,31 juta atau 20 persen dari total populasi pada 2045.

Dan mereka tentunya akan membutuhkan berbagai fasilitas pelayanan khusus agar bisa menikmati masa tua dalam keadaan sehat, nyaman dan bahagia.

Baca juga:
MRT Jakarta bebaskan penumpang lansia dari pendaftaran
Menteri Yohana minta pemerintah daerah perhatikan lansia


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019