Palangka Raya (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum Kalimantan Tengah menyatakan ada 733 dari 8.137 tempat pemungutan suara yang ada di provinsi ini, rawan terjadi jual beli surat suara serta berbagai kecurangan lainnya pada Pemilu 2019.

"Kerawanan itu dilihat dari situasi dan kondisi geografis yang sulit dijangkau serta belum adanya jaringan telekomunikasi," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antarlembaga (PHL) Bawaslu Kalteng Siti Wahidah saat temu media dengan sejumlah media di Palangka Raya, Kamis.

Meski begitu, komisioner Bawaslu Kalteng itu tidak merinci di kabupaten mana saja 733 TPS yang dianggap rawan tersebut. Dirinya hanya menyampaikan bahwa 733 TPS tersebut menjadi perhatian serius Bawaslu Kalteng.

Dia mengatakan untuk adanya kerabat, baik istri ataupun saudara dari Kepala Daerah yang menjadi calon legislatif di pemilu 2019, pihak Bawaslu Kalteng telah melakukan pemantauan serta pengawasan secara ketat agar tidak memanfaatkan program pemerintah maupun pengerahan aparatur sipil negara (ASN).

"Misalkan istri Kepala Daerah di Kabupaten Kapuas yang menjadi caleg, kami telah mewanti-wanti Bawaslu setempat agar melakukan pengawasan secara ketat. Jangan sampai caleg itu memanfaatkan jabatan suaminya untuk mensosialisasikan diri," kata Siti.

Sementara mengenai pelanggaran yang ditemukan maupun dilaporkan serta telah ditangani Bawaslu se-Kalteng hingga 11 April 2019 sebanyak 118. Pelanggaran yang dilakukan para peserta pemilu tersebut paling banyak terjadi pada masa kampanye.

Koordinator Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Bawaslu Kalteng Rudyawati Dorotea Tobing mengatakan, dari 118 pelanggaran tersebut paling banyak terkait alat peraga kampanye (APK) yang dipasang di tempat ibadah, fasilitas umum, dan tempat pendidikan.

"Ada juga mobil ambulans bergambar partai dan calon legislatif yang telah ditindak. Itu sementara berbagai pelanggaran yang sudah kami tangani sampai sekarang ini," kata Rudyawati.

Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi pun mengingatkan kepada partai politik maupun para calon legislatif agar tidak melakukan pelanggaran pemilu. Apabila ketahuan dan terbukti melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi hukum dan administrasi.

Dia mengatakan sanksi administrasi adalah pembatalan pencalonan, sekalipun memperoleh kursi di DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi ataupun kabupaten/kota, tetap bisa dibatalkan jika terbukti melakukan pelanggaran.

"Kami tidak menakut-nakuti. Sanksi hukum dan sanksi administrasi itu aturan. Kami pun tidak segan-segan memberikan tindakan sesuai aturan yang berlaku," kata Satriadi.

Pewarta: Kasriadi/Jaya W Manurung
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019