Banyak kutipan-kutipan yang langsung merujuk pada sumbernya sehingga rasa akademis ilmiah tetap terjaga namun tetap dengan alur yang ringan
Jakarta (ANTARA) - Strategi mengelola pengetahuan adalah kunci penting agar perusahaan memiliki keunggulan menghadapi era disrupsi, karena pengetahuan yang dikelola dengan baik akan mempercepat inovasi.

Namun memang upaya untuk menciptakan iklim yang mendukung inovasi bukanlah perkara instan. Oleh karena itu, perlu mekanisme untuk mendorong budaya berinovasi, apalagi di era disrupsi seperti saat ini, ketika inovasi muncul tiada henti dan kerap kali mengganggu keberadaan dan kelanggengan pasar yang telah jadi.

Inovasi sering digambarkan sebagai perubahan bermakna untuk memperbaiki produk, jasa, program, proses, operasi dan model bisnis untuk menciptakan nilai baru bagi pemangku kepentingan.

Perlu mekanisme meliputi pengumpulan data dan informasi yang bersifat technology knowledge base maupun yang tidak, kemudian dilakukan pengembangan pengetahuan agar siap dielaborasi, sehingga hasilnya adalah solusi atau produk/jasa yang berbasis pada pengetahuan. Di sinilah inovasi menemukan "ruh"-nya.

Solusi atau produk/ jasa berbasis pengetahuan itu dapat berupa pengembangan sistem aplikasi baru, atau pengembangan produk/jasa baru, bahkan value chain development. Value chain adalah konsep untuk menganalisis aktivitas bisnis, bentuknya berupa rangkaian kegiatan perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa.

Selain itu, hasil dari pengembangan produk/jasa atau solusi berbasis pengetahuan tadi dapat berupa pengembangan hubungan pelanggan, serta berbaikan program kemitraan dan bina lingkungan.

Seluruh uraian tentang mekanisme di atas menunjukkan bahwa mengelola pengetahuan adalah hal penting untuk mendukung inovasi. Bagaimana pengetahuan diciptakan, bagaimana pengetahuan diidentifikasi, dikumpulkan, digunakan, disebarkan dan dievaluasi sangat menentukan kecepatan inovasi.

Namun demikian, banyak dimensi lain yang memengaruhi inovasi antara lain dimensi perilaku termasuk keterikatan karyawan dengan perusahaan, dimensi kerja sama dan hak paten para inovator serta kualitas sumber daya.

Sebuah buku tentang urgensi untuk mengelola pengetahuan organisasi di era disrupsi telah terbit. Buku itu berjudul "Knowledge management, strategi mengelola pengetahuan agar unggul di era disrupsi".

Buku yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta tahun 2018 itu dengan tebal 212+XVII halaman.

Penulisnya adalah Bobby Andre Andhara, Faiza Ratna Umaro, Chandra Haris Tua Lubis. Ketiganya adalah eksekutif di Perum Jamkrindo yang mengawal pelaksanaan knowledge management.

Hadirnya buku ini menambah khasanah buku knowledge management berbahasa Indonesia.

Seluruh literatur yang terpampang di daftar pustaka semuanya dalam bahasa Inggris, meskipun di halaman 62 dikutip manfaat knowledge management dari buku Paul Lumbantobing (2007), seorang ahli knowledge management kebanggaan Indonesia.

Tampilan cover buku terlihat cantik, pilihan kertas juga ringan sehingga mudah dibawa. Kelebihan lain adalah pada tiap pembahasan disertai contoh kongkret yang tersaji membumi, menjejak tanah, memudahkan pemahaman pembacanya.

Banyak kutipan-kutipan yang langsung merujuk pada sumbernya sehingga rasa akademis ilmiah tetap terjaga namun tetap dengan alur yang ringan.

Buku ini komplit merangkum semua esensi pentingnya mengelola pengetahuan organisasi dan setiap teori selalu dirangkai dengan ilustrasi yang menarik.

Contoh ilustrasi terdapat di halaman 9 ketika membahas bagaimana manusia belajar pada sub-bab atensi dan persepsi. Meski terlihat sederhana, gambar tersebut mampu berbicara banyak tentang bagaimana informasi masuk lewat pancaindra, melalui penggambaran orang memegang alat pembersih debu untuk perobot rumah tangga berbentuk bulu-bulu.

Ilustrasi orang dalam gambar itu seolah sedang berfikir, dan manusia memang bebas memilih stimulus untuk diolah dalam otak. Proses menyaring stimulus disebut atensi. Setelah stimulus diterima maka tiap individu memiliki persepsi yang sangat beragam. Pada gambar itu terlihat ada kolom lingkaran di dekat kepala, seolah menegaskan bahwa orang tersebut memiliki persepsi sedang memikirkan kucing.

Pada bagian awal buku ini berisi teori tentang bagaimana manusia belajar, dilanjutkan pembahasan tentang knowledge, lalu tentang knowledge management.

Buku itu mengutip definisi dari O’dell et.al., (1998) bahwa knowledge management adalah strategi dalam mendapatkan knowledge yang tepat, ke orang yang tepat, pada saat yang tepat dan membantu orang untuk berbagi dan mengolah informasi menjadi sebuah aksi yang akan meningkatkan kinerja perusahaan (halaman 44).

Pada bab 5 tentang knowledge management yang dikaitkan dengan intellectual capital. Bab 6 mengulas knowledge management model, lalu bab 7 tentang knowledge management method and tools.

Sayang sekali pada bab 8 saat pembahasan berjudul let's change but how terasa kurang banyak pembahasannya. Mungkin perlu ditambahkan referensi dari buku Ningky Munir (2008) tentang pentingnya dilakukan knowledge managemet audit. Ningky Munir seorang doktor, pengajar dan peneliti bidang manajemen strategik di Sekolah Tinggi Manajemen PPM.

Kiranya tidak berlebihan harapan penulis yang terpampang pada kata pengantar bahwa buku ini dapat mengantarkan pembaca untuk menggali lebih dalam tentang knowledge managemenet. Lebih dari itu, buku ini mampu menuntun pembaca untuk mengidentifikasi kebutuhan perusahaan terhadap knowledge management.

Pada muaranya pembacalah yang memutuskan pilihan, menakar sejauh mana kebutuhan manajemen pengetahuan yang disesuaikan dengan budaya tiap perusahaan.

*) Dyah Sulistyorini adalah Magister Komunikasi dari Paramadina Graduate School of Communication (PGSC Jakarta), penulis buku Komunikasi korporat dan manajemen pengetahuan (2015).

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019