... juga mencium politik uang yang sangat tajam...
Jakarta (ANTARA) - Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, menyatakan penilaiannya soal pelaksanaan Pemilu 2019, yang berjalan serentak antara pemilu presiden dan pemilu legislatif. Ia mengatakan, Pemilu 2019 yang sedang dijalani ini menorehkan sejumlah catatan cukup memprihatinkan.

"Pertama dan utama, tentu saja banyaknya keluarga yang harus kehilangan orangtua dan sanak saudara. Lebih dari 600 petugas penyelenggara pemilu wafat, lebih dari 3.000 orang lain dirawat," kata dia, pada acara yang diselenggarakan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan Masyarat Peduli Pemilu Bersih dan Berintegrasi (MPPBB), di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa.

Ia mengajak para pendukung Prabowo-Sandiaga yang hadir pada acara "Melalui Pemilu Jujur dan Bersih, Untuk Indonesia Adil Makmur" untuk mendoakan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang wafat supaya husnul khotimah, memperoleh status mati syahid karena gugur saat menjalankan tugas kenegaraan.

Serta mendoakan semoga yang sakit segera disembuhkan dan korban jiwa tidak terus bertambah.

"Hadir juga di sini, salah seorang pewakilan korban, (yakni) Ibu Evi. Ayahanda beliau, Umar Hadi, wakil ketua KPPS Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, harus wafat. Kami tadi bersama Pak Prabowo ingin menyampaikan bela sungkawa yang mendalam," kata Sandiaga.

Selain itu, pemilu kali ini banyak memakan korban jiwa, sepanjang sejarah Indonesia. Suatu pelajaran yang amat mahal yang harus dijadikan bekal bagi perbaikan penyelenggaran pemilu di waktu yang akan datang.

"Kami juga mencium politik uang yang sangat tajam. Salah satu orang penting tim kampanye nasional pasangan calon 01 tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dengan barang bukti ratusan ribu amplop berisi uang," kata dia. Kemudian, amplop-amplop itu diduga akan digunakan untuk kepentingan berlatar politik.

Menurut dia, ini adalah puncak gunung es politik uang yang kelak mencederai demokrasi.

"Dari berbagai penjuru Tanah Air, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur masyarakat disuguhi banyak cerita, bagaimana gelombang tsunami amplop politik uang yang dikawal oleh aparat pemerintah bahkan aparat keamanan," kata mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Hal ini menghancurkan sendi-sendi demokrasi, dimana rakyat sebagai pemilik kedaulatan dibuat terlena. Bukannya memilih sesuai hati nurani tetapi dipaksa atau setengah dipaksa memilih yang memberikan iming-iming uang.

"Kami harus akui mencari bukti praktik politik uang ini bukanlah hal yang mudah, tapi marilah kita jujur mengakui bahwa praktik-praktik kotor ini memang terjadi," kata Sandiaga.

Pewarta: Susylo Asmalyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019