Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menilai pemecatan Brigpol TT, oknum polisi di Polda Jawa Tengah merupakan upaya Polri untuk menjaga martabat institusi penegak hukum ini.

Keputusan Polri melakukan pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sudah sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, ujar Direktur Eksekutif Lemkapi Dr Edi Hasibuan, di Jakarta, Senin.

"Kami memahami ini demi menjaga nama baik dan kehormatan Polri di mata masyarakat," katanya menegaskan.

Dia mengatakan, TT juga melanggar pasal 11 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Salah satu isi pasal 11 adalah setiap anggota Polri wajib menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum.

Menurut mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini, tindakan TT telah merusak dan melanggar norma agama dan kesopanan.

"Tapi yang utama menurut pandangan kami adalah TT tidak disiplin dalam tugas alias desersi. Kami mengharapkan ini akan menjadi perhatian seluruh anggota Polri agar patuh terhadap disiplin dan menjaga kehormatan dan citra Polri di mata masyarakat," katanya lagi.

Perilaku TT ini, kata dia, telah merugikan dan menurunkan citra Polri, apalagi saat ini Polri terus bekerja keras berupaya mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dengan program profesional, modern dan terpercaya (promoter) yang dicanangkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

"Kami berpandangan, muncul masalah penyimpangan seks ini semakin mempengaruhi keputusan Polri untuk tidak ragu-ragu memberikan tindakan PTDH kepada TT karena telah merusak kehormatan Polri," kata pakar hukum ini lagi.

Sebelumnya, oknum polisi di Polda Jateng Brigpol TT dipecat karena memiliki orientasi seks menyimpang. Dia diberhentikan setelah menjalani sidang kode etik pada 18 Oktober 2018.

Oknum itu lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) PTUN di Semarang atas pemecatannya

Edi Hasibuan mengatakan gugatan ke PTUN itu merupakan hak oknum polisi itu yang harus dihormati juga.

"Kami melihat itu hal biasa dan harus dihormati karena itu adalah haknya. Kita tunggu saja nanti seperti apa keputusan hakim, " katanya pula.

Pewarta: Santoso
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019