Jakarta (ANTARA) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meluncurkan prototipe rumah tahan gempa yang disebut Bale Kohana, yang bersifat permanen dan bisa dibongkar pasang untuk daerah rawan gempa.

"Kita memang harus semakin siap karena Indonesia ingin menjadi negara yang tangguh bencana," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam peluncuran prototipe Bale Kohana di Pusat Teknologi Material, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Tangerang Selatan, Banten, Rabu.

Dalam menghadapi rawan bencana hidrometerologi dan geologi, Indonesia harus siap dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap bencana. Untuk mendukung itu, BPPT melakukan pengkajian dan penerapan teknologi serta mengusung program prioritas pengembangan teknologi kebencanaan.

BPPT memandang diperlukan adanya suatu Inovasi teknologi bangunan rumah tahan gempa yang meliputi desain, konstruksi, material, pengujian struktur untuk menghasilkan bangunan tahan gempa. Rumah itu senilai Rp170-Rp175 juta.

BPPT telah berhasil membangun rumah tahan gempa mulai dari tahapan desain, konstruksi, material, pengujian dan struktur untuk menghasilkan bangunan tahan gempa.

"Rumah komposit tahan gempa Bale Kohana kita harapkan merupakan solusi terhadap fase rekonstruksi terhadap kejadian bencana," ujarnya.

Rumah tahan gempa dengan tipe 36 dibangun dengan memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi dan ruang dapur dan diharapkan akan membuat masyarakat nyaman dan merasa terlindungi.

Bale Kohana adalah rumah tahan gempa inovasi BPPT rumah komposit dengan desain material dan struktur bencana guna diaplikasikan di daerah rawan bencana.
Bale Kohana atau rumah tahan gempa karya BPPT di Pusat Teknologi Material, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (22/05/2019). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)


Rumah tersebut rencananya akan dikirim ke Lombok, Nusa Tenggara Barat dan menjadi rumah permanen yang dibangun di lahan yang telah dialokasikan sebagai lahan hunian permanen bukan di lahan hunian sementara. Sekalipun ingin membangun di lokasi lama di mana terjadi gempa, maka harus dipastikan bangunan atau infrastruktur tahan gempa yang lebih baik.

Rumah tersebut dinamakan rumah komposit, yang bermakna rumah dengan berbagai bahan material, khususnya material komposit polimer.

Material komposit, contohnya komposit polimer, memiliki banyak keunggulan, diantaranya kuat dan ringan. Beberapa dekade terakhir pemakaian material polimer komposit makin meningkat karena sifat tekniknya yang baik seperti kekuatan dan kekakuan khusus yang tinggi, kepadatan rendah, ketahanan lelah yang tinggi, redaman tinggi dan koefisien termal rendah.

Rumah itu didesain dengan konstruksi modular, "pre-assembly", dan sistem join interlock yang dapat dibangun dengan waktu yang relatif singkat serta telah dilakukan simulasi komputasi untuk prediksi ketahanan gempa menyesuaikan perilaku gempa di wilayah zonasi gempa Lombok 2018.

Material bangunan dapat diangkut dengan cukup ringan melalui jalur darat, laut, atau udara ke lokasi yang membutuhkan.

Dalam menjawab tantangan pemerintah akan kebutuhan rumah tahan gempa, maka BPPT telah mempersiapkan usulan program Flagship Prioritas Riset Nasional 2020-2024 tentang Teknologi Struktur Bangunan Tahan Gempa, Tahan Api, Cepat Bangun yang memiliki output Desain, SOP konstruksi Rumah, dan Standardisasi Bangunan Rumah Tahan Gempa Tahan Api, Cepat Bangun dengan menggunakan teknologi seismic rubber bearing sebagai base isolator untuk menahan beban gempa.

Program Flagship Pengembangan Bangunan Tahan Gempa yang diperkuat dengan sinergi kerjasama yang dilakukan dengan berbagai pihak dapat segera membuahkan dampak terwujudnya inovasi bangunan rumah tahan gempa yang cepat bangun, tahan api dengan harga yang terjangkau sebagai karya anak bangsa yang dapat berguna dan dinikmati oleh masyarakat luas.

Deputi Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIEM) BPPT Eniya Listiani Dewi berharap desain rumah tahan gempa tersebut bisa lolos standardisasi dan strukturisasi.

Dia mengatakan dalam simulasi, rumah tahan gempa tersebut mampu bertahan dan tidak roboh ketika digoncang 7 SR, dan akan meningkatkan ketahanan rumah tersebut pada goncangan gempa yang lebih kuat.

Prototipe tersebut dibangun dalam waktu tiga pekan, namun pada pembangunan ke depan ditargetkan dapat dibangun dalam jangka waktu satu pekan.

Rumah tahan gempa tersebut juga tahan api di mana telah diuji tidak terbakar dalam suhu 923 derajat Celcius selama 30 detik dan 743 derajat Celcius selama dua menit. Sementara standar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus tahan api paling tidak selama lima menit. Rumah Bale Kohana akan dikembangkan untuk tahan api untuk jangka waktu lebih lama dari uji coba sebelumnya.

Rumah itu dibangun dengan panel-panel material komposit yang mana saat ini satu panel seharga Rp2 juta per meter persegi, namun bisa tahan lama dan bongkar pasang.

Kuda-kuda atau struktur rumah juga dipasang langsung dengan genteng metal sehingga ketika terjadi goncangan besar, tidak akan patah atau roboh seperti rumah konvensional dengan tembok bata dan genteng tanah liat atau keramik.
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019