Jakarta (ANTARA) - Program-program pemimpin Indonesia 2019-2024 telah dipaparkan melalui debat pasangan capres-cawapres meski saat itu belum banyak berbicara program untuk minoritas melainkan berupaya mencari skor populer agar elektabilitasnya naik.

Cawapres terpilih KH Ma'ruf Amin tidak memaparkan soal minoritas dalam debat bertema bertema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya, Minggu (17/3/2019) malam. Itu dapat menjadi pertanyaan seberapa peduli pemimpin nanti terhadap kelompok minoritas dan golongan rentan.

Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute Nopitri Wahyuni mengatakan  isu-isu populer lebih sering menjadi fokus pembicaraan daripada membahas mengenai kondisi kelompok disabilitas, perempuan maupun komunitas Masyarakat Adat.

Kendati demikian, dia berharap agar kelompok minoritas dan rentan tidak semakin terpinggirkan. Mereka agar dapat mendapat tempat dan perhatian pembangunan.

Beberapa persoalan terkait kelompok itu yang perlu menjadi perhatian, kata dia, seperti pengakuan eksistensi dan perlindungan Masyarakat Adat, tingginya perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan serta pelayanan sosial bagi kelompok disabilitas.

"Masyarakat Adat menghadapi perentanan yang cukup serius, mulai dari perampasan lahan sampai diskriminasi keyakinan," kata dia.

Sementara itu, dia berharap agar kaum disabilitas dan perempuan sebagai kalangan rentan nantinya bisa mendapatkan cakupan program yang berpihak kepada mereka. Alasannya, perlu ada perbaikan tata kelola dan inklusivitas layanan kesehatan bagi perempuan dan penyandang disabilitas.

Dua kalangan itu, kata dia, sejauh ini kerap terpinggirkan oleh pembangunan. Maka, dari pemimpin terpilih agar hal-hal itu dapat menjadi perhatian agar program dapat menyentuh kalangan-kalangan rentan.

Dalam bidang tenaga kerja, lanjut dia, perempuan dan kalangan disabilitas sering mendapat akses yang tidak setara seperti kesempatan bekerja dan memperoleh haknya, terlebih jika mereka menggantungkan hidup di sektor informal.

Menurut dia, saat ini terdapat beberapa hal yang masih merugikan kalangan rentan dalam dunia kerja, seperti pengesahan Rancangan Undang Undang Pembantu Rumah Tangga (RUU PRT) dan perlindungan pekerja migran.

Di lain hal, sejatinya KH Ma'ruf Amin mengatakan secara umum program pemerintah jika duetnya bersama Joko Widodo menang dalam pilpres adalah memperkuat intervensi pemerintah memberantas pengangguran, menyediakan bahan pokok terjangkau, pembangunan pendidikan, pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan lainnya.

Dari program yang ada memang belum secara spesifik menyebut soal program bagi kalangan minoritas tetapi jika program-program yang ada berjalan dengan baik maka kelompok-kelompok itu akan tersentuh secara langsung atau tidak.

Sepak terjang Ma'ruf yang berpengalaman sebagai ulama di Nahdlatul Ulama dan Majelis Ulama Indonesia sendiri bisa menjadi modal bagaimana mendorong agar kalangan minoritas dapat terlindungi. Sebab pada banyak kesempatan, sang kiai kerap menyerukan pentingnya menjaga kalangan minoritas sebagai bagian kesatuan Indonesia.

Ma'ruf sebagai seorang pemuka agama dari kalangan Nahdalatul Ulama dikenal toleran terhadap kemajemukan di Indonesia. NU sebagai ormas Islam juga dinilai kerap melakukan pembelaan-pembelaan terhadap kaum minoritas di Indonesia.

Ormas tersebut juga tergolong demokratis serta terbuka terhadap kritik baik dari kalangan internal maupun kalangan luar NU.

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhammad Lukman Edy yakin Ma'ruf dapat menempatkan diri sebagai wakil presiden yang melindungi semua golongan dan kelompok minoritas.

Pernyataan Lukman itu seiring MUI yang dipimpin oleh Ma'ruf pernah mengeluarkan fatwa terkait golongan minoritas. Muhtasyar PB Nahdlatul Ulama itu sempat memimpin Komisi Fatwa MUI pada periode 2001-2007 dengan salah satu produk fatwanya tentang Jamaah Ahmadiyah pada Juli 2005.

Fatwa MUI itu menyebut jamaah Ahmadiyah sebagai ajaran yang menyimpang dari Islam karena tidak mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.

Saat menjabat sebagai Ketua Umum MUI, Ma'ruf mengatakan pihaknya mengeluarkan fatwa ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat sekaligus menyesatkan pada 2016. Sejalan dengan itu, dia mendorong agar pengamanan terhadap ormas tersebut dilakukan dengan santun sehingga tidak terjadi kericuhan.

Kendati begitu, Lukman mengatakan Ma'ruf adalah tokoh NU yang menjunjung tinggi toleransi, perdamaian dan pemersatu antargolongan.

Sementara itu, hasil survei Pilpres 2019 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut Jokowi-Ma'ruf justru unggul di kawasan-kawasan minoritas. Hal itu bisa menjadi penanda bahwa ada harapan kalangan minoritas terhadap Jokowi-Ma'ruf yang kini keluar sebagai pemenang pilpres.

Survei LSI Denny JA menunjukkan bahwa Jokowi-Ma'ruf unggul telak di pemilih minoritas. Dukungan segmen minoritas dalam kisaran 74,5 persen - 80,9 persen meski populasi mereka di bawah 10 persen total pemilih. Mereka cenderung loyal dukungannya terhadap Jokowi-Ma'ruf.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi berharap agar pemerintahan Jokowi-Ma'ruf nanti dapat mengayomi setiap pihak, termasuk kalangan minoritas.

"Kami berharap beliau akan mengayomi semua pihak, tidak membedakan suku dan golongan. Karena hakekat dari sebuah kepemimpinan adalah untuk kesejahteraan dan kemaslahatan semua masyarakat," kata dia.

Harapan yang baik mengenai kepemimpinan yang membela minoritas itu saat ini sedang membuncah. Perwujudan terhadap optimisme itu hanya akan terealisasi jika Jokowi dan Ma'ruf bisa memanfaatkan lima tahun periode kepemimpinannya untuk merancang program-program prominoritas.

Baca juga: Jokowi: Persamaan bonus atlet bentuk kesetaraan disabilitas

Baca juga: Bocah difabel Adul sampaikan keinginannya ke Presiden Jokowi

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019