Jakarta (ANTARA) - Panel hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiddudin Adams mengkritik permohonan tiga partai politik, yakni Partai Berkarya, Partai Garuda serta Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Suhartoyo mengaku bingung dengan permohonan Partai Garuda karena isi permohonan yang dibacakan saat sidang berbeda dengan berkas yang dipegang oleh panel hakim berbeda. Adapun caleg pemohon dan dapil yang dipermasalahkan antara berkas yang dibacakan dengan berkas yang dipegang oleh hakim MK berbeda.

"Jadi yang dipegang MK adalah permohonan tertanggal 5 Juli 2019. Jika di luar itu, MK tidak mengakui," ujar Suhartoyo, dalam sidang pendahuluan sengketa hasil Pileg 2019, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.

Suhartoyo memperingatkan pemohon untuk memperhatikan batas waktu permohonan, sebab jika sudah melewati tenggat waktu akan dikesampingkan mengingat tenggat waktu merupakan syarat formil untuk mengajukan permohonan.
Baca juga: Hakim MK pertanyakan tenggat waktu permohonan caleg Gerindra

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mempertanyakan model permohonan yang diajukan Partai Berkarya atas nama partai politik (parpol) atau perseorangan.

"Mohon pasca ini diperbaiki. Batasnya sampai sebelum pemeriksaan persidangan. Kalau melampaui itu tidak bisa," ujar Wahiduddin.
Baca juga: MK sidangkan sengketa pileg dari sembilan provinsi

Sedangkan Hakim Konstitusi Suhartoyo mengkritisi permohonan Partai Hanura karena banyak kesalahan penulisan yang dilakukan.

"Pemohon mengaku sebagai permohonan perseorangan, namun yang terbaca kenapa seperti sengketa antarparpol," tanya Suhartoyo.

Permohonan Partai Hanura ini mempermasalahkan perolehan suara Dapil 4 Halmahera Selatan. Mereka meminta Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kecamatan Obi Timor, Kecamatan Obi Selatan, dan Kecamatan Obi Mayor.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019