Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan bahwa ruang kerja para hakim konstitusi sudah seperti gudang karena dipenuhi oleh berkas-berkas bukti perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

"Kantor kami ini, para hakim MK, jadi seperti gudang, banyak berkas-berkas tapi berkas-berkas kotor mengandung virus. Akibatnya kami semua terkena flu, mudah-mudahan lekas sembuh," ujar Arief di ruang sidang Panel I Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.

Arief kemudian menjelaskan bahwa ruang kerja para hakim konstitusi dipenuhi berkas atau bukti berupa dokumen dan surat perkara PHPU, karena dalam perkara konstitusi bukti berupa saksi tidak dinilai penting.

"Oleh sebab itu sebenarnya Anda tidak perlu bawa saksi juga tidak apa-apa, karena bukti utama adalah bukti tertulis berupa surat atau dokumen," jelas Arief.

Baca juga: Sidang Pileg, MK: Beri kesaksian seperti bunyi sumpah

Arief kemudian memberikan contoh perkara PHPU Presiden 2019, di mana seluruh pihak berupaya memberikan bukti berupa surat dan dokumen sebanyak-banyaknya, sementara bukti saksi cukup 15 orang saja.

"Jadi memang beda, kalau 'satu saksi bukan saksi' itu adalah prinsip di perkara pidana, tapi dalam perkara PHPU sekali lagi ditegaskan yang terpenting itu dokumen berupa surat, makanya kantor kami ini sudah seperti gudang," kata Arief.

Sebelumnya juru bicara MK I Dewa Gede Palguna telah menjelaskan bahwa dalam perkara PHPU Legislatif 2019, pihak pemohon dan termohon (KPU) hanya diijinkan untuk menghadirkan tiga saksi untuk masing-masing perkara. Sementara pihak terkait cukup satu saksi.

Palguna menegaskan pembatasan tersebut diterapkan karena dalam konteks perkara konstitusi bukti berupa dokumen lebih diutamakan, sementara saksi dalam perkara konstitusi dinilai sebagai bukti sekunder sehingga dianggap menjadi tambahan untuk menguatkan bukti dokumen yang ada.

Baca juga: MK jelaskan alasan gugatan Farouk Muhammad lanjut ke tahap selanjutnya

Baca juga: Sidang Pileg, MK nyatakan 58 perkara PHPU tidak dilanjutkan

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019