Pak Jokowi sudah presiden sekarang, bereskan sekarang juga, jangan tunggu Oktober
Jakarta (ANTARA) - Skema bisnis berbentuk kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dinilai masih ada ketidakpastian, sehingga membuat investor gamang menanamkan modalnya di proyek pemerintah tersebut.

"PPP (public private partnership atau KPBU) membuat swasta gamang, karena ketidakpastian,” kata ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri dalam diskusi bertajuk "Menjawab Tantangan Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia dalam Perspektif Ekonomi dan Hukum" di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan kemudahan berbisnis di Indonesia terus mengalami perbaikan yang signifikan.

Hal itu terlihat dari peningkatan peringkat Indonesia dalam laporan Bank Dunia, Ease of Doing Business (EoDB) yang terus membaik.

Indonesia pada 2017 berhasil mencapai posisi ke-72 di antara 190 negara di dunia yang disurvei Bank Dunia.

Namun, pada 2018, peringkat Indonesia justru turun ke posisi 73.

"Perbaikannya sudah mentok," katanya.

Faisal menuturkan, dari 10 indikator dalam EoDB itu, ada satu elemen yang dinilai sangat jeblok, yakni enforcing contract.

Indonesia, menurut dia, seringkali tidak mengikuti atau menghargai kesepakatan yang sudah didapatkan dengan investor.

Salah satu contoh adalah kasus pengelolaan Blok Masela yang awalnya diusulkan dikembangkan secara terapung (offshore) ke darat (onshore), sehingga menyebabkan biaya investasinya membengkak.

Oleh karena itu, Faisal meminta Presiden Jokowi untuk segera membereskan masalah ini agar investasi bisa lebih moncer dan banyak investor menanamkan modal di Indonesia.

"Ayo Pak Jokowi, tak perlu menunggu dilantik. Pidato kemarin di Sentul itu seperti Pak Jokowi belum jadi presiden karena janji akan ini dan itu. Pak Jokowi sudah presiden sekarang, bereskan sekarang juga, jangan tunggu Oktober," katanya.

Ia juga mengingatkan pentingnya mendorong partisipasi swasta baik asing maupun domestik untuk mendukung program pembangunan yang akan diusung Jokowi di periode kedua kepemimpinannya.

Peran dunia usaha, utamanya swasta, penting karena APBN tidak mampu membiayai secara penuh pembangunan. Begitu pula BUMN yang utangnya sudah mencapai batas.

"Pembangunan mau tidak mau, suka tidak suka, harus menggunakan metode untuk semakin banyak partisipasi dunia usaha, swasta asing maupun dalam negeri. Kalau tidak, kolaps kita," imbuhnya.

Baca juga: Faisal Basri takut Jokowi salah diagnosis soal investasi
Baca juga: Menkeu berharap penurunan bunga acuan segera pulihkan investasi
Baca juga: SKK Migas: Investasi minyak dan gas semester I naik 16 persen


Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019