Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan bahwa sulitnya menagih atau mengklaim asuransi masuk dalam 10 besar persoalan yang dikeluhkan masyarakat ke lembaga tersebut.

Sepanjang tahun 2018 bahkan YLKI mencatat terdapat 21 nasabah yang mengeluhkan sulitnya menarik klaim asuransi.

Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu mengatakan, tingginya tingkat keluhan konsumen di sektor asuransi tidak lepas dari belum seriusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator dalam mengawasi jalannya industri asuransi.

Tulus menambahkan, pada semester I 2019 YLKI mencatat terdapat delapan keluhan yang masuk ke lembaganya, termasuk di antaranya dari nasabah AJB Bumiputera 1912.

Seperti diketahui, saat ini industri asuransi khususnya asuransi jiwa tengah menghadapi beragam persoalan salah satunya menyoal kasus gagal bayar yang dialami AJB Bumiputera.

Dari informasi yang dikumpulkan, gagal bayarnya asuransi jiwa swasta tertua di Indonesia tersebut terjadi karena mismacth atau salah penempatan portofolio keuangan, hingga adanya agen-agen asuransi di kantor cabang yang tidak mencatatkan dan melaporkan preminya ke kantor pusat.

"OJK harus memberikan warning kepada AJB Bumiputera atas kinerjanya. Jika terus memburuk bukan hal tidak mungkin ditutup izin operasinya. Namun yang terpenting ada jaminan kalau dana nasabah harus dikembalikan," katanya.

Menurut Tulus, OJK harus tegas menindak perusahaan asuransi yang pelayanannya banyak dikeluhkan nasabah. Apalagi saat ini ada sejumlah perusahaan asuransi yang mengadapi masalah seperti AJB Bumiputera dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Sebelumnya Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso berjanji memperbaiki pengawasan terhadap industri asuransi jiwa dan umum, dengan meningkatkan pemantauan risiko seperti yang dilakukan terhadap perbankan, di antaranya dengan menerapkan peringatan lebih dini dan upaya memitigasi risiko yang lebih efektif.

Ke depan, sebagai upaya meningkatkan pengawasan, OJK dapat lebih sering meminta asuransi untuk menyampaikan laporan keuangan. Sebagai contoh, saat mengawasi industri perbankan, OJK bisa meminta laporan secara harian sehingga informasi yang diperoleh lebih kekinian. Jumlah pengawas industri keuangan non-bank pun akan diperbanyak.

Secara garis besar, OJK ingin menerapkan pengawasan seperti terhadap perbankan dengan kriteria normal, intensif, dan khusus.


Baca juga: Pendapatan premi asuransi jiwa naik jadi Rp140 triliun
Baca juga: AAJI optimistis pendapatan premi asuransi jiwa tumbuh 20 persen di 2019
Baca juga: Nasabah kecewa AJB Bumiputera belum bayar klaim

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019