Bagi saya itu berat sekali tanggung jawabnya, dan saya rasa tidak relevan untuk menaruh itu di sini, di sini bukan jabatan akademik
Jakarta (ANTARA) - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengaku selalu protes jika Biro Administrasi Aparatur di kementerian yang dipimpinnya menambahkan gelar profesor di depan namanya.

"Bagi saya itu berat sekali tanggung jawabnya, dan saya rasa tidak relevan untuk menaruh itu di sini, di sini bukan jabatan akademik," kata Pratikno ketika melantik tiga pejabat struktural di lingkungan Kemensetneg di Jakarta, Senin.

Menurut mantan Rektor UGM Yogyakarta itu, ketika seseorang menduduki jabatan struktural maka yang bersangkutan harus selalu membuka diri untuk terus belajar.

"Karena kehebatan seseorang tidak bisa dilihat dari ijazah S1-nya, ijazah S2-nya, ijazah S3-nya atau dari gelar profesornya," ucap pria kelahiran Bojonegoro, Jatim, 57 tahun lalu ini.

Menurut dia, bukan ijazah pertama, kedua, ketiga, tetapi adalah proses belajarnya. "Dan sekali lagi kepandaian atau kepintaran itu tidak ada hubungannya dengan umur, pangkat, golongan," katanya.

Dalam kesempatan itu, Pratikno mengingatkan para pejabat di Kemensetneg termasuk yang baru dilantik untuk hati-hati dalam bekerja.

"Kementerian kita adalah sentral, sangat dekat dengan Presiden sehingga menjadi panutan bagi instansi lain," ujar ayah tiga anak ini.

Ia juga mengingatkan semua pejabat untuk terus-menerus melakukan inovasi. Pratikno menilai seluruh jajaran Kemensetneg telah banyak melakukan inovasi namun harus tetap terus dilakukan.

"Apalagi dalam dunia yang berubah selalu saya katakan moving ke digital saya katakan generasi saya generasi analog, harus belajar kepada para yunior, generasi digital," tuturnya.

Menurut dia, kehebatan sebuah institusi termasuk biro adalah kemampuan untuk memanfaatkan energi kolektif, membangun kreativitas kolektif.

"Bisa memanfaatkan siapapun yang pandai, mampu mendengarkan dengan baik, meramunya dengan baik sehingga muncul terobosan terobosan baru dan inovasi baru," kata jebolan S2, M.Soc.Sc. in Development Administration, Universitas Birmingham, Inggris ini.

Ia mengingatkan tidak ada lagi zamannya pejabat struktural itu sok jadi bos, sok memerintah, tidak mau mendengar.

"Saatnya sekarang kita menggali dari adik-adik. Saya bukan tidak percaya dengan bapak-bapak dan ibu-ibu yang senior tetapi ada sesuatu dari adik-adik kalangan muda ini yang kita tidak punya makanya saya sering mendengar adik-adik, makan siang dengan mereka saya ingin mendengar mungkin bukan dalam jangkauan kita untuk bisa memahaminya," tambahnya.

Ia menegaskan perlunya inovasi-inovasi baru sehingga menghasilkan terobosan atau lompatan besar.

"Kita tidak mungkin mengejar dengan cara biasa. Ibaratnya naik ke lantai dua dengan tangga biasa, kita harus membuat lompatan, lompatan itulah yang bisa membuat kita bisa mengejar," tegas jebolan S3, Ph.D. in Political Science, Universitas Flinders, Australia ini.

Ia mengatakan dulu negara-negara maju naik bertahap seperti naik tangga, kalau sekarang bangsa Indonesia ikut menaiki tangga yang sama maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan pernah melompatinya.

"Makanya terobosan demi terobosan melalui inovasi adalah sesuatu yang penting," ucap suami dari Siti Faridah ini, sambil tersenyum.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019