Sleman (ANTARA) - Polda Daerah Istimewa Yogyakarta telah melimpahkan kasus dugaan korupsi di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya (P4TKSB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta dengan empat tersangka ke Kejaksaan Tinggi DIY.

"Hari ini berkas penyidikan kasus dugaan korupsi di P4TKSB sudah dinyatakan P21 (lengkap) dan tersangka kami serahkan ke Kejati DIY ," kata Kabid Humas Polda DIY AKBP Yuliyanto saat ungkap kasus di Mapolda DIY, Selasa.

Baca juga: Gandeng KPK, Kemdikbud perang melawan korupsi mulai dari kurikulum

Baca juga: Kemdikbud-KPK awasi aliran dana ke daerah


Kasus dugaan korupsi ini terjadi pada 2016 yang melubatkan empat orang pejabat, satu di antaranya sudah meninggal dunia pada 2017.

"Saat ini semua pelaku telah dijadikan sebagai tersangka," katanya.

Ia mengatakan, pengungkapan kasus tindak pidana korupsi tidak bisa dilakukan secara cepat, baru sekarang bisa selesai pemeriksaan dan pemberkasannya.

"Berdasarkan hitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yogyakarta total kerugian negara mencapai Rp21,62 miliar," katanya.

Hingga saat ini total uang negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp12,5 miliar berupa aset para tersangka seperti rumah, kendaraan bermotor, dan uang tunai Rp489,6 juta.

"Para tersangka tidak ditahan karena saat pemeriksaan bersikap kooperatif," katanya.

Baca juga: Sultan yakin sinergi dengan KPK perkecil ruang korupsi

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Kombes Pol Tony Surya Putra mengatakan identitas ketiga tersangka yaitu Salamun (60) warga Sidoarjo, Jawa Timur, yang saat kasus tersebut menjabat Kepala P4TKSB Yogyakarta.

Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bondan Suparno, (45) warga Ngaglik, Sleman, dan Agung Nugroho (43) warga Ngampilan, Kota Yogyakarta yang saat itu menjabat sebagai bendahara.

"Para tersangka melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang pengelolaan uang persediaan (UP) dan tambahan uang persediaan (TUP)," katanya.

Modus yang dipakai para tersangka yaitu bersama-sama melakukan pencairan uang persediaan yang kemudian sebagian uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi.

Kemudian, para tersangka membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif dengan menggunakan nama perusahaan yang juga fiktif.

"Modusnya seolah-olah uang itu digunakan untuk pembayaran pada perusahaan," katanya.

Dari para tersangka ini, penyidik menyita barang bukti berupa surat keputusan PNS dan jabatan masing-masing tersangka, laporan pertanggungjawaban keuangan uang persediaan dan tambahan uang persediaan fiktif, dokumen pembelanjaan rill, dan dokumen aliran uang ke masing-masing tersangka.

sedangkan aset yang disita yaitu satu unit apartemen di Jakarta senilai Rp2 miliar, satu unit rumah mewah di Bekasi bernilai Rp6 miliar, dan satu unit rumah mewah di Sidoarjo senilai Rp3 miliar.

"Kami juga mengamankan lima unit mobil yakni Honda New CRV, Honda Jazz RS, Suzuki Ertiga, KIA Rio, Suzuki Pick Up dan satu unit sepeda motor Honda Beat dengan total nilai Rp980 juta.

Dari hasil  korupsi itu telah dibelanjakan barang-barang tersebut. Itulah unsur tindak pidana pencucian uang, katanya.

Tony mengatakan, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU RI No 31/1999 jo UU RI No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu juga dijerat Pasal 3 UU RI No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 64 KUHP.

Pelaksana Tugas Kepala P4TKSB Yogyakarta Daswatia Astuty mengatakan pihaknya mendukung dan menghargai proses hukum yang berlaku.

"Kami menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada pihak berwajib. Ketiganya sejak menjadi tersangka tidak lagi bekerja di P4TKSB," katanya.

Baca juga: KPK Ambil Alih Penanganan Kasus Buku Sleman, Polda Terkesan Lamban

 

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019