Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan memilih untuk mengoptimalkan penggunaan dana kapitasi yang dialokasikan kepada pemerintah daerah sebagai solusi mengatasi defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dibandingkan dengan langsung menaikkan premi bulanan seperti arahan Wapres Jusuf Kalla.

"Nanti kita lihat dulu 'policy making'-nya (kenaikan premi) seperti apa. Dana kapitasi kan masih banyak. Arahan Pak Wapres kan bagaimana DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) itu harus tidak hanya di pusat, tapi juga dengan pemda," kata Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016, dana kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar di muka kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Baca juga: Pemerintah tetapkan tiga strategi atasi defisit BPJS Kesehatan

Baca juga: YLKI nilai penonaktifan 5,2 juta PBI JKN minim sosialisasi

Baca juga: Komisi IX DPR akan kirim rekomendasi soal BPJS ke presiden


Menurut Mardiasmo, upaya pertama yang harus dilakukan adalah dengan mendorong pemerintah daerah untuk menghitung kembali dana kapitasi di setiap daerah. Penggunaan dana kapitasi di setiap daerah pasti tidak sama, karena pemda tentu tidak menginginkan semua masyarakatnya sakit, tambahnya.

"Aturannya kan BPJS Kesehatan memberikan dana kapitasi kepada puskesmas atau faskes, tapi ada satu daerah misalnya sudah dibayarkan oleh pemdanya karena mereka ingin jangan sampai masyarakatnya ada yang sakit. Berarti tidak perlu lagi dana kapitasi kan?" jelasnya.

Oleh karena itu, pendekatan oleh Pemerintah pusat kepada masing-masing pemda harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Apabila ada pemda yang dana kapitasinya dibebankan ke APBD, maka BPJS Kesehatan tidak perlu lagi membayarkan biaya layanan kesehatan masyarakat daerah tersebut.

"Kalau pemdanya misalnya membayar 50 persennya untuk dana kapitasi, berarti kan yang dibayarkan BPJS tingggal sisanya. Jadi tergantung pemda masing-masing, 'different' pemda 'different treatment'," tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyetujui rencana kenaikan premi bulanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Wapres JK juga menegaskan kenaikan tersebut harus dilakukan karena kondisi anggaran BPJS Kesehatan semakin memburuk.

"Kita sudah setuju untuk menaikkan iuran, berapa naiknya itu akan dibahas oleh tim teknis. Masyarakat seharusnya menyadari bahwa iurannya itu (sekarang) rendah, sekitar Rp23 ribu itu tidak sanggup sistem kita," kata JK di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (30/7).

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019