Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya mengatakan Indonesia hingga saat ini menolak para ahli penopang analisis teknis cuaca Singapura dalam Pusat Pengendalian Asap Lintas Batas ASEAN (ACCTHPC).
"Kita tetap tidak mau. Maunya jangan begitu. 'Expert' cuaca Indonesia tidak lebih jelek. Nanti dibahas, pada intinya kita tidak mau," kata Siti usai berkunjung ke kantor Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Jakarta, Kamis.
Turut hadir dalam kunjungan itu Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Sekjen ASEAN Datu Lim Jock Hoi, sejumlah duta besar negara sahabat dan lainnya.
Komentar Menteri LHK itu seiring adanya keinginan Singapura yang mendesak lembaga cuaca negara itu menjadi pemantau titik api dalam ACCTHPC.
Menurut dia, diskusi dalam Pusat Pengendalian Asap Lintas Batas ASEAN sejatinya berjalan dengan lancar tapi pembahasan soal ahli cuaca yang berperan dalam ACCTHPC belum menemui titik temu.
"Diskusinya cukup alot soal siapa 'expert' penopang analisis teknis, Singapura minta dari pihak mereka," kata dia.
Menurut Menteri LHK, Indonesia memiliki sarana prasarana dan sumber saya manusia yang cukup untuk menjalankan ACCTHPC.
"Saya tahu persis BMKG ini termasuk yang terbaik juga, jadi saya 'pameri' ke Sekjen ASEAN," tambah dia.
Terkait pengendalian asap, dia mengemukakan Indonesia juga memiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang turut mencegah dan memitigasi bencana alam dan sangat berpengalaman. Itu belum termasuk lembaga dan badan lain yang turut serta dalam mitigasi baik sebelum dan sesudah bencana terjadi.
Di tempat yang sama, Kepala BMKG Dwikorita mengatakan pihaknya bekerja mendeteksi potensi kebakaran hutan dan lahan terutama jauh hari saat musim kering sangat jarang terjadi hujan.
BMKG, ujarnya juga memiliki kemampuan yang cukup dalam menyuplai data-data akurat terkait cuaca, iklim, titik panas dan hal terkait lainnya.
"Kami bekerja sejak sebelum terjadi kebakaran. Kalau 10 hari tidak ada hujan, BMKG terus bergerak, server kami terkoneksi ke KLHK. Apalagi 20 hari tanpa hujan maka ada gerakan karena musim akan kering," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Kita tetap tidak mau. Maunya jangan begitu. 'Expert' cuaca Indonesia tidak lebih jelek. Nanti dibahas, pada intinya kita tidak mau," kata Siti usai berkunjung ke kantor Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Jakarta, Kamis.
Turut hadir dalam kunjungan itu Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Sekjen ASEAN Datu Lim Jock Hoi, sejumlah duta besar negara sahabat dan lainnya.
Komentar Menteri LHK itu seiring adanya keinginan Singapura yang mendesak lembaga cuaca negara itu menjadi pemantau titik api dalam ACCTHPC.
Menurut dia, diskusi dalam Pusat Pengendalian Asap Lintas Batas ASEAN sejatinya berjalan dengan lancar tapi pembahasan soal ahli cuaca yang berperan dalam ACCTHPC belum menemui titik temu.
"Diskusinya cukup alot soal siapa 'expert' penopang analisis teknis, Singapura minta dari pihak mereka," kata dia.
Menurut Menteri LHK, Indonesia memiliki sarana prasarana dan sumber saya manusia yang cukup untuk menjalankan ACCTHPC.
"Saya tahu persis BMKG ini termasuk yang terbaik juga, jadi saya 'pameri' ke Sekjen ASEAN," tambah dia.
Terkait pengendalian asap, dia mengemukakan Indonesia juga memiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang turut mencegah dan memitigasi bencana alam dan sangat berpengalaman. Itu belum termasuk lembaga dan badan lain yang turut serta dalam mitigasi baik sebelum dan sesudah bencana terjadi.
Di tempat yang sama, Kepala BMKG Dwikorita mengatakan pihaknya bekerja mendeteksi potensi kebakaran hutan dan lahan terutama jauh hari saat musim kering sangat jarang terjadi hujan.
BMKG, ujarnya juga memiliki kemampuan yang cukup dalam menyuplai data-data akurat terkait cuaca, iklim, titik panas dan hal terkait lainnya.
"Kami bekerja sejak sebelum terjadi kebakaran. Kalau 10 hari tidak ada hujan, BMKG terus bergerak, server kami terkoneksi ke KLHK. Apalagi 20 hari tanpa hujan maka ada gerakan karena musim akan kering," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019