Jakarta (Antara Babel) - Sebuah ulasan terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Environment International menunjukkan bahwa menyimpan ponsel di dalam saku celana dapat mengurangi kualitas sperma.
Menurut para peneliti dari Universitas Exeter, Inggris, paparan frekuensi radio radiasi elektromagnetik (RF-EMR) yang mungkin tidak disadari para pria ini dapat secara tidak sengaja mengurangi kesuburan mereka.
Dalam studi ini, dosen senior Biologi Mamalia dan direktur program biosains dan perilaku hewan di Exeter, Dr. Fiona Mathews, yang bertindak sebagai ketua studi bersama timnya melakukan ulasan sistematis pada 10 buah studi yang mengukur paparan RF-EMR ponsel dan sampel air mani.
Secara keseluruhan, tim memperoleh sekitar hampir 1.500 sampel air mani dari para pria yang datang ke klinik kesuburan dan pusat-pusat penelitian. Para peneliti lalu menganalisis tiga ukuran kualitas sperma, yakni motilitas (kemampuan sperma untuk bergerak dengan baik menuju telur), viabilitas (proporsi sperma hidup) dan konsentrasi (jumlah sperma per unit air mani).
Hasil penelitian memperlihatkan, sperma dari kelompok kontrol menunjukkan motilitas 50--85 persen. Tapi angka ini turun rata-rata menjadi 8 persen setelah terjadi paparan ponsel. Paparan ponsel juga memiliki efek yang sama pada kelangsungan hidup sperma. Namun, hasil untuk konsentrasi sperma masih kurang jelas.
"Mengingat skala besar penggunaan ponsel di seluruh dunia, peran potensial dari paparan lingkungan ini perlu diklarifikasi," kata Dr. Mathews seperti dilansir Medical News Today.
Ia menambahkan, temuan ini "sangat menunjukkan" paparan radiasi elektromagnetik dari ponsel yang disimpan di saku celana memiliki efek negatif terhadap kualitas sperma.
"Temuan ini bisa sangat penting bagi laki-laki yang sudah di batas infertilitas, dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan semua implikasi klinis untuk masyarakat umum," tambah Dr. Mathews.
Para peneliti mencatat hasil temuan ini konsisten pada seluruh studi yang menguji efek di laboratorium dalam kondisi yang terkendali (in vitro) dan beberapa studi yang dilakukan pada laki-laki dalam populasi umum (in vivo).
Mereka menyimpulkan, bukti dari studi jangka panjang lebih lanjut menggunakan tingkat yang distandarisasi dan periode paparan, serta idealnya uji coba terkontrol secara acak pada populasi umum, diperlukan untuk menilai pentingnya paparan ponsel bagi kesehatan masyarakat.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014
Menurut para peneliti dari Universitas Exeter, Inggris, paparan frekuensi radio radiasi elektromagnetik (RF-EMR) yang mungkin tidak disadari para pria ini dapat secara tidak sengaja mengurangi kesuburan mereka.
Dalam studi ini, dosen senior Biologi Mamalia dan direktur program biosains dan perilaku hewan di Exeter, Dr. Fiona Mathews, yang bertindak sebagai ketua studi bersama timnya melakukan ulasan sistematis pada 10 buah studi yang mengukur paparan RF-EMR ponsel dan sampel air mani.
Secara keseluruhan, tim memperoleh sekitar hampir 1.500 sampel air mani dari para pria yang datang ke klinik kesuburan dan pusat-pusat penelitian. Para peneliti lalu menganalisis tiga ukuran kualitas sperma, yakni motilitas (kemampuan sperma untuk bergerak dengan baik menuju telur), viabilitas (proporsi sperma hidup) dan konsentrasi (jumlah sperma per unit air mani).
Hasil penelitian memperlihatkan, sperma dari kelompok kontrol menunjukkan motilitas 50--85 persen. Tapi angka ini turun rata-rata menjadi 8 persen setelah terjadi paparan ponsel. Paparan ponsel juga memiliki efek yang sama pada kelangsungan hidup sperma. Namun, hasil untuk konsentrasi sperma masih kurang jelas.
"Mengingat skala besar penggunaan ponsel di seluruh dunia, peran potensial dari paparan lingkungan ini perlu diklarifikasi," kata Dr. Mathews seperti dilansir Medical News Today.
Ia menambahkan, temuan ini "sangat menunjukkan" paparan radiasi elektromagnetik dari ponsel yang disimpan di saku celana memiliki efek negatif terhadap kualitas sperma.
"Temuan ini bisa sangat penting bagi laki-laki yang sudah di batas infertilitas, dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan semua implikasi klinis untuk masyarakat umum," tambah Dr. Mathews.
Para peneliti mencatat hasil temuan ini konsisten pada seluruh studi yang menguji efek di laboratorium dalam kondisi yang terkendali (in vitro) dan beberapa studi yang dilakukan pada laki-laki dalam populasi umum (in vivo).
Mereka menyimpulkan, bukti dari studi jangka panjang lebih lanjut menggunakan tingkat yang distandarisasi dan periode paparan, serta idealnya uji coba terkontrol secara acak pada populasi umum, diperlukan untuk menilai pentingnya paparan ponsel bagi kesehatan masyarakat.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014