Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memerlukan dukungan Polri dalam penegakan hukum di sektor perikanan dan kelautan.
Kedua belah pihak juga telah menandatangani nota kesepahaman terkait sinergi penegakan hukum perikanan.
Menteri Susi, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, mengapresiasi kerja sama yang telah terjalin antara KKP dan Polri selama ini, salah satunya dalam menangkap kapal pelaku illegal fishing sesuai dengan arahan Presiden Jokowi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Terbukti, ujarnya, sebanyak 516 kapal telah ditenggelamkan dalam 4,5 tahun terakhir ini.
"Kami juga sudah sita kapal-kapal raksasa yang jauh lebih besar dari kapal KRI kita dengan isi 1.000-3.000 ton ikan. Namun, sampai hari ini kita tidak bisa memidanakan siapa pun pemiliknya," ujarnya.
Penandatanganan MoU KKP-Polri telah dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Ruang lingkup kerja sama yang disepakati dalam MoU ini melingkupi pertukaran data dan/atau informasi; bantuan pengamanan; penegakan hukum; pemanfaatan sarana dan prasarana; peningkatan kapasitas dan pemanfaatan sumber daya manusia; dan bidang lain yang disepakati.
Berdasarkan peraturan yang ada, saat ini pemerintah Indonesia hanya bisa menahan ABK, nakhoda, dan juru mesin kapal pelaku illegal fishing.
Sementara itu, mayoritas dari para pemilik kapal tersebut masih belum bisa ditangkap. Bahkan, pemilik kapal tersebut juga tidak mau menebus para ABK, nakhoda, dan juru mesin kapalnya yang ditahan untuk dipulangkan.
“Bagaimana bisa kapal sebesar itu yang beroperasi antarnegara, tidak ada pemiliknya? Ini adalah sebuah kejahatan transnasional terorganisasi (transnational organized crime),” ujar Susi.
Selanjutnya, ia juga menyinggung perekonomian Indonesia yang didera defisit neraca perdagangan saat ini.
Menurutnya, hal itu bukan disebabkan oleh kinerja ekonomi yang buruk melainkan tidak adanya pelaporan (unreported) dalam kegiatan ekonomi yang masih kerap terjadi, termasuk dalam sektor kelautan dan perikanan.
“Ternyata illegal fishing dilakukan bukan hanya oleh kapal-kapal asing tapi juga oleh pelaku-pelaku dalam negeri. Dan ternyata unreported-nya pun masih lebih dari 70 persen,” ungkap Menteri Susi.
Ia menyatakan, dengan segala upaya mengatur tata kelola perizinan selama 4,5 tahun terakhir, KKP telah berhasil menaikkan pajak perikanan dari Rp734 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp1 triliun pada tahun 2017.
Namun menurut dia, angka itu pun semestinya masih dapat dioptimalkan.
Selanjutnya, Susi juga menyoroti permasalahan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) yang masih marak di Indonesia dan sangat merugikan.
Tak hanya merugikan secara bisnis, destructive fishing juga merugikan secara lingkungan karena sangat merusak terumbu karang di perairan Indonesia.
"Setiap hari, di lautan Indonesia disuntik atau disebarkan lebih dari 100 kg konsentrat potasium sianida. Indonesia sekarang sudah kehilangan 65 persen terumbu karangnya," jelasnya.
Guna mengatasi berbagai masalah yang ada, Menteri Susi menyatakan bahwa pihaknya tak bisa melakukannya sendirian.
"Kami sangat butuh dukungan penuh dari pihak kepolisian untuk bisa menata kelola dan mengusut tindak-tindak kejahatan yang ada di industri perikanan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
Kedua belah pihak juga telah menandatangani nota kesepahaman terkait sinergi penegakan hukum perikanan.
Menteri Susi, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, mengapresiasi kerja sama yang telah terjalin antara KKP dan Polri selama ini, salah satunya dalam menangkap kapal pelaku illegal fishing sesuai dengan arahan Presiden Jokowi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Terbukti, ujarnya, sebanyak 516 kapal telah ditenggelamkan dalam 4,5 tahun terakhir ini.
"Kami juga sudah sita kapal-kapal raksasa yang jauh lebih besar dari kapal KRI kita dengan isi 1.000-3.000 ton ikan. Namun, sampai hari ini kita tidak bisa memidanakan siapa pun pemiliknya," ujarnya.
Penandatanganan MoU KKP-Polri telah dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Ruang lingkup kerja sama yang disepakati dalam MoU ini melingkupi pertukaran data dan/atau informasi; bantuan pengamanan; penegakan hukum; pemanfaatan sarana dan prasarana; peningkatan kapasitas dan pemanfaatan sumber daya manusia; dan bidang lain yang disepakati.
Berdasarkan peraturan yang ada, saat ini pemerintah Indonesia hanya bisa menahan ABK, nakhoda, dan juru mesin kapal pelaku illegal fishing.
Sementara itu, mayoritas dari para pemilik kapal tersebut masih belum bisa ditangkap. Bahkan, pemilik kapal tersebut juga tidak mau menebus para ABK, nakhoda, dan juru mesin kapalnya yang ditahan untuk dipulangkan.
“Bagaimana bisa kapal sebesar itu yang beroperasi antarnegara, tidak ada pemiliknya? Ini adalah sebuah kejahatan transnasional terorganisasi (transnational organized crime),” ujar Susi.
Selanjutnya, ia juga menyinggung perekonomian Indonesia yang didera defisit neraca perdagangan saat ini.
Menurutnya, hal itu bukan disebabkan oleh kinerja ekonomi yang buruk melainkan tidak adanya pelaporan (unreported) dalam kegiatan ekonomi yang masih kerap terjadi, termasuk dalam sektor kelautan dan perikanan.
“Ternyata illegal fishing dilakukan bukan hanya oleh kapal-kapal asing tapi juga oleh pelaku-pelaku dalam negeri. Dan ternyata unreported-nya pun masih lebih dari 70 persen,” ungkap Menteri Susi.
Ia menyatakan, dengan segala upaya mengatur tata kelola perizinan selama 4,5 tahun terakhir, KKP telah berhasil menaikkan pajak perikanan dari Rp734 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp1 triliun pada tahun 2017.
Namun menurut dia, angka itu pun semestinya masih dapat dioptimalkan.
Selanjutnya, Susi juga menyoroti permasalahan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) yang masih marak di Indonesia dan sangat merugikan.
Tak hanya merugikan secara bisnis, destructive fishing juga merugikan secara lingkungan karena sangat merusak terumbu karang di perairan Indonesia.
"Setiap hari, di lautan Indonesia disuntik atau disebarkan lebih dari 100 kg konsentrat potasium sianida. Indonesia sekarang sudah kehilangan 65 persen terumbu karangnya," jelasnya.
Guna mengatasi berbagai masalah yang ada, Menteri Susi menyatakan bahwa pihaknya tak bisa melakukannya sendirian.
"Kami sangat butuh dukungan penuh dari pihak kepolisian untuk bisa menata kelola dan mengusut tindak-tindak kejahatan yang ada di industri perikanan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019