Direktur Utama Perum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Meidyatama Suryodoningrat mengatakan bahwa komersialisasi lama-lama akan mendatangkan bias.
"Jika saat ini negara ingin memiliki kantor berita selayaknya negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, harus ada komitmen bersama lebih lanjut," kata pria yang akrab disapa Dimas itu dalam rapat dengar pendapat di Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa.
Pernyataan Dimas dilontarkan mengingat ada dorongan DPR RI untuk mengedepankan penyebarluasan informasi, baik di dalam maupun luar negeri, sehingga menjadi kantor berita rujukan yang akurat dan terpercaya dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip dalam tata kelola perusahaan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Sebelum di Antara, Dimas pernah berkecimpung di perusahaan media swasta selama 30 tahun. Dengan demikian, dia sangat mengerti Antara dengan segala sumber daya manusia yang ada bisa menjadi satu media yang besar dan dominan.
Akan tetapi, lanjut dia, jika menjadi murni media yang mengarah ke profit dan memproduksi berita sesuai dengan selera pasar, terkadang tidak sesuai dengan citra yang melekat pada sebuah kantor berita Nasional.
Hal itu menjadi tantangan tersendiri buat Dimas sebagai Direktur Utama Perum LKBN Antara.
"Jika kami ingin rating kami naik, mungkin akan lebih banyak gosip di Antara. Kalau dilihat berita Antara, kadang untuk generasi tertentu terkesan membosankan karena membuka rumah sakit, membuka jalan di Papua, dan hal-hal semacam itu," kata Dimas.
Karena dorongan yang diberikan kepada Antara, Dimas merasa perlu menjembatani antara lebih pada berita komersial atau berita-berita yang bersifat membangun.
"Karena jujur saja, berita membangun itu kurang laku tetapi tetap harus diberitakan," kata Dimas.
Ia memberi contoh salah satu berita yang paling laku diminta oleh pelanggan Antara dari media lokal adalah berita sepak bola. Namun, berita tersebut bukanlah kekhususan Antara.
"Pertanyaannya 'kan Pak apakah kami harus menginvestasi khusus sebagai kantor berita nasional ke berita-berita sepak bola? Khususnya Liga Inggris," canda Dimas.
Oleh karena itu, jajaran direksi Antara harus terus melakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan tantangan yang ada di depan. Namun, Dimas sangat berharap pemerintah bersama DPR bisa sepakat mengambil keputusan.
Apakah membiarkan Antara seperti sekarang saja atau menjadi lembaga yang murni dibiayai oleh negara, atau malah membiarkan Antara bergerak menuju korporasi yang mementingkan keuntungan dengan konsekuensi-konsekuensi yang ada.
"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR sebagai pembuat keputusan," ujar Dimas.
Komisi I DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang direksi Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra Bambang Kristiyono mengatakan bahwa Komisi I DPR RI ingin mendapatkan penjelasan Dirut LKBN Antara terkait rencana kerja tahun 2020 dan anggarannya.
RDP juga membahas isu-isu aktual yang ada di internal LKBN Antara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Jika saat ini negara ingin memiliki kantor berita selayaknya negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, harus ada komitmen bersama lebih lanjut," kata pria yang akrab disapa Dimas itu dalam rapat dengar pendapat di Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa.
Pernyataan Dimas dilontarkan mengingat ada dorongan DPR RI untuk mengedepankan penyebarluasan informasi, baik di dalam maupun luar negeri, sehingga menjadi kantor berita rujukan yang akurat dan terpercaya dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip dalam tata kelola perusahaan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Sebelum di Antara, Dimas pernah berkecimpung di perusahaan media swasta selama 30 tahun. Dengan demikian, dia sangat mengerti Antara dengan segala sumber daya manusia yang ada bisa menjadi satu media yang besar dan dominan.
Akan tetapi, lanjut dia, jika menjadi murni media yang mengarah ke profit dan memproduksi berita sesuai dengan selera pasar, terkadang tidak sesuai dengan citra yang melekat pada sebuah kantor berita Nasional.
Hal itu menjadi tantangan tersendiri buat Dimas sebagai Direktur Utama Perum LKBN Antara.
"Jika kami ingin rating kami naik, mungkin akan lebih banyak gosip di Antara. Kalau dilihat berita Antara, kadang untuk generasi tertentu terkesan membosankan karena membuka rumah sakit, membuka jalan di Papua, dan hal-hal semacam itu," kata Dimas.
Karena dorongan yang diberikan kepada Antara, Dimas merasa perlu menjembatani antara lebih pada berita komersial atau berita-berita yang bersifat membangun.
"Karena jujur saja, berita membangun itu kurang laku tetapi tetap harus diberitakan," kata Dimas.
Ia memberi contoh salah satu berita yang paling laku diminta oleh pelanggan Antara dari media lokal adalah berita sepak bola. Namun, berita tersebut bukanlah kekhususan Antara.
"Pertanyaannya 'kan Pak apakah kami harus menginvestasi khusus sebagai kantor berita nasional ke berita-berita sepak bola? Khususnya Liga Inggris," canda Dimas.
Oleh karena itu, jajaran direksi Antara harus terus melakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan tantangan yang ada di depan. Namun, Dimas sangat berharap pemerintah bersama DPR bisa sepakat mengambil keputusan.
Apakah membiarkan Antara seperti sekarang saja atau menjadi lembaga yang murni dibiayai oleh negara, atau malah membiarkan Antara bergerak menuju korporasi yang mementingkan keuntungan dengan konsekuensi-konsekuensi yang ada.
"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR sebagai pembuat keputusan," ujar Dimas.
Komisi I DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang direksi Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra Bambang Kristiyono mengatakan bahwa Komisi I DPR RI ingin mendapatkan penjelasan Dirut LKBN Antara terkait rencana kerja tahun 2020 dan anggarannya.
RDP juga membahas isu-isu aktual yang ada di internal LKBN Antara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019