Boston (Antara Babel) - Sebuah studi terbaru Boston University School of Medicine (BUSM), menemukan, orang dewasa yang mengonsumsi diet tinggi protein yakni 100 gram per hari berisiko 40 persen lebih rendah mengembangkan tekanan darah tinggi (HBP) dibandingkan mereka yang tingkat konsumsi proteinnya terendah.
Menurut para peneliti, di Amerika Serikat sekitar satu dari tiga orang dewasa menderita hipertensi dan 78,6 juta orang secara klinis mengalami obesitas, yang merupakan faktor risiko untuk perkembangan hipertensi.
Dikarenakan menekan dinding pembuluh darah, tekanan darah tinggi merupakan salah satu faktor risiko paling umum stroke dan merupakan akselarator beberapa bentuk penyakit jantung, terutama jika berhubungan dengan kelebihan berat badan.
Dalam studi ini, para peneliti menganalisis asupan para partisipan studi (yang sehat) yang tergabung dalam Framingham Offspring Study. Para peneliti meneliti perkembangan tekanan darah tinggi para partisipan ini selama lebih dari 11 tahun.
Mereka menemukan, orang dewasa yang mengkonsumsi lebih banyak protein, apakah dari hewan atau tanaman, memiliki statistik tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang lebih rendah setelah empat tahun masa tindak lanjut.
Secara umum, efek menguntungkan ini terlihat jelas baik untuk kelebihan berat badan (BMI ≥25 kg / m2) dan berat badan normal (BMI <25 kg / m2) individu.
Mereka juga menemukan, konsumsi lebih banyak protein berkaitan dengan risiko tekanan darah tinggi yang lebih rendah dalam jangka panjang.
Saat diet yang juga ditandai dengan asupan serat yang lebih tinggi, asupan protein yang lebih tinggi menurunkan 40-60 persen risiko tekanan darah tinggi.
"Hasil temuan ini memperlihatkan tidak ada bukti bahwa individu yang peduli tentang perkembangan tekanan darah tinggi harus menghindari protein. Sebaliknya, asupan protein mungkin memainkan peran dalam pencegahan jangka panjang tekanan darah tinggi ," ujar penulis studi, yang juga merupakan profesor kedokteran di BUSM, Lynn Moore.
"Perkembangan penelitian tentang manfaat protein bagi vaskular ini, termasuk studi ini, menunjukkan pada kita perlunya meninjau kembali asupan protein optimal bagi kesehatan jantung yang optimal," tambahnya seperti dilansir siaran publik BUSM.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014
Menurut para peneliti, di Amerika Serikat sekitar satu dari tiga orang dewasa menderita hipertensi dan 78,6 juta orang secara klinis mengalami obesitas, yang merupakan faktor risiko untuk perkembangan hipertensi.
Dikarenakan menekan dinding pembuluh darah, tekanan darah tinggi merupakan salah satu faktor risiko paling umum stroke dan merupakan akselarator beberapa bentuk penyakit jantung, terutama jika berhubungan dengan kelebihan berat badan.
Dalam studi ini, para peneliti menganalisis asupan para partisipan studi (yang sehat) yang tergabung dalam Framingham Offspring Study. Para peneliti meneliti perkembangan tekanan darah tinggi para partisipan ini selama lebih dari 11 tahun.
Mereka menemukan, orang dewasa yang mengkonsumsi lebih banyak protein, apakah dari hewan atau tanaman, memiliki statistik tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang lebih rendah setelah empat tahun masa tindak lanjut.
Secara umum, efek menguntungkan ini terlihat jelas baik untuk kelebihan berat badan (BMI ≥25 kg / m2) dan berat badan normal (BMI <25 kg / m2) individu.
Mereka juga menemukan, konsumsi lebih banyak protein berkaitan dengan risiko tekanan darah tinggi yang lebih rendah dalam jangka panjang.
Saat diet yang juga ditandai dengan asupan serat yang lebih tinggi, asupan protein yang lebih tinggi menurunkan 40-60 persen risiko tekanan darah tinggi.
"Hasil temuan ini memperlihatkan tidak ada bukti bahwa individu yang peduli tentang perkembangan tekanan darah tinggi harus menghindari protein. Sebaliknya, asupan protein mungkin memainkan peran dalam pencegahan jangka panjang tekanan darah tinggi ," ujar penulis studi, yang juga merupakan profesor kedokteran di BUSM, Lynn Moore.
"Perkembangan penelitian tentang manfaat protein bagi vaskular ini, termasuk studi ini, menunjukkan pada kita perlunya meninjau kembali asupan protein optimal bagi kesehatan jantung yang optimal," tambahnya seperti dilansir siaran publik BUSM.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014