Jakarta (Antara Babel) -  DPD RI akan mengambil langkah tegas jika DPR RI dan Pemerintah tidak melibatkannya dalam revisi UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang segera diproses.

"Jika DPR RI dan Pemerintah merevisi UU MD3 tanpa melibatkan DPD maka ITU melanggar konstitusi dan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat," kata Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad kepada pers di Jakarta, Minggu.

Menurut Farouk, merevisi UU MD3 harus mematuhi amanah pasal 22D UUD NRI 1945 yang menyebutkan DPD RI memiliki hak untuk mengajukan RUU dan ikut membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah yang terkait dengan otonmi daerah.

Pasal 22D UUD NRI 1945 ini, kata dia, dikuatkan dengan putusan MK No 92/PUU-X/2012 tentang pengujuan UU No 27 tahun 2009 tentang MD3 dan UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan (PPP), tanggal 27 Maret 2013.

"Sesuai dengan amanah tersebut, maka semua pembahasan RUU yang terkait dengan lingkup tugas DPD RI harus dibahas bersama antara DPR RI, DPD RI, dan Pemerintah melalui prolegnas (program prioritas legislasi nasional)," katanya.

Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian(PTIK) pada 2002-2006 menegaskan mencermati karakteristik UU MD3 maka UU ini masuk dalam kategori UU yang harus dibahas bersama oleh DPR, Pemerintah, dan DPD RI.

Dalam UU MD3, kata dia, mengakomodasi empat lembaga legislatif yakni MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dimana DPRD adalah organ pelaksana otonomi daerah.

"Karena itu, tanpa harus dilakukan penafsiran maka revisi UU MD3 harus dibahas bersama secara tripartid antara DPR, DPD, dan Pemerintah," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Farouk juga menyoroti alasan pasal 23 ayat 2 huruf (b) UU No 12 tahun 2011 tentang PPP yang digunakan oleh DPR RI sebagai alasan urgensi untuk merevisi UU MD3 dinilai sebagai alasan yang lemah dan tidak formal.

Menurut dia, amanah pasal 23 ayat 2 UU PPP yang menyebut kondisi urgensi adalah terkait dengan keadaan luar biasa, konflik soial, bencana alam, dan keadaan tertentu yang urgen nasional lainnya.

"Namun yang terjadi di DPR RI saat ini adalah kompromi politik antara dua kekuatan politik yang ada, KIH dan KMP. Konsisi kekuatan politik yang mengutamakan kepentingan kelompoknya masing-masing ini bukan alasan yang dimaksud pada pasal 23 ayat 2 UU PPP," katanya.

Menyikapi aspirasi yang berkembang, menurut Farouk, DPD RI siap secara aktif bersama DPR RI dan Pemerintah untuk melakukan pembahasan revisi UU MD3, dengan mengikuti mekanisme formal sesuai amanah konstitusi.

"Jika DPR dan Pemerintah tidak menjalankan amanah kontitusi dalam merevisi UU MD3, maka DPD RI akan mengambil langkah-langkah tegas," kata Farouk.

DPR RI menjadwalkan akan menetapkan putusan tingkat pertama revisi UU MD3 di Badan Legislasi DPR RI, Senin (24/11).

Pewarta: Oleh: Riza Harahap

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014