Jakarta (Antara Babel) - Rencana Kejaksaan Agung yang akan menarik personelnya yang selama ini "dikontrak" oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memberi suasana gegap-gempita baru pemberitaan di Tanah Air.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), R Widyo Pramono memulai wacana tersebut dan tidak lama kemudian ditanggapi oleh Ketua KPK Abraham Samad yang menyayangkan rencana itu.

Dapat dikatakan memang unik jadi seolah-olah berbalas pantun. Pembaca media pun diduga akan banyak yang mendukung apa yang dikatakan KPK. Maklum KPK selama ini masih menjadi "super hero" yang tidak boleh disalahkan atau istilahnya dicolek sedikitpun maka siap-siap akan di"bully" habis.

Namun terlepas dari itu, sebenarnya penarikan jaksa dari KPK oleh Kejagung janganlah diartikan untuk merusak ritme dalam pemberantasan korupsi. Namun hal itu tidak terlepas dari sistem kontrak jaksa yang dipinjamkan ke KPK, empat tahun pertama kemudian bisa diperpanjang empat tahun, selanjutnya ditambah dua tahun.

Toh, korps Adhyaksa juga akan mengganti jaksa yang akan ditarik itu. Ingat personel jaksa di seluruh Indonesia itu mencapai 9 ribu orang. Jadi untuk apa dikhawatirkan secara berlebihan apalagi dijadikan polemik yang tidak perlu.

Ingat kata kerja...kerja...kerja, ketimbang tenaga dihabiskan untuk membahas soal ditariknya jaksa itu.

Di satu sisi lainnya, wajar saja kejaksaan akan menampung jaksa "alumni" KPK itu, mengingat kasus tindak pidana korupsi yang ditangani kejaksaan itu lebih banyak dibandingkan KPK yang sayangnya hasil kerja KPK itu "terhimpit" oleh nama KPK itu.

Istilahnya saat ini, untuk menarik jaksa di KPK, tidak sampai "dunia akan runtuh" masih banyak penggantinya yang berkualitas dan berbobot.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana, menyatakan kejaksaan hanya akan menarik empat jaksa yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari keseluruhan 94 orang seiring sudah habis masa tugasnya di Komisi tersebut.

"Mereka itu sudah selama 10 tahun di KPK, selama KPK berdiri," katanya.

Tony Spontana menjelaskan sesuai peraturannya, setiap jaksa yang bertugas di KPK harus melaksanakan tugas selama empat kemudian diperpanjang lagi selama empat tahun.

"Setelah itu hanya dapat diperpanjang lagi dua tahun. Jadi maksimal 10 tahun," katanya.

    
Meningkatnya korupsi
Sebelumnya,  Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Widyo Pramono menyatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menarik jaksa yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi seiring meningkatnya perkara korupsi yang ditangani kejaksaan.

"Jaksa-jaksa yang betul-betul ideal tidak lama lagi akan dilakukan itu (penarikan). Jaksa-jaksa lama (di KPK) akan kita tarik dan ditempatkan di sini (Kejagung). Masih dibahas jumlahnya (yang akan ditarik)," katanya.

Kendati demikian, Widyo tak menjelaskan, secara detail berapa jumlah jaksa yang akan ditarik dari komisi antirasuah tersebut.

Saat ini tercatat sedikitnya 96 jaksa dari Kejagung yang ditugaskan di KPK tersebut.
Kendati demikian, Kejaksaan akan menyiapkan penggantinya karena pergantian itu selain peraturan tapi juga terkait untuk penyegaran.

        
Ganggu ritme
Rencana penarikan jaksa yang ditempatkan di Komisi Pemberantasan Korupsi agar kembali ke Kejaksaan Agung dinilai Ketua KPK dapat mengganggu ritme pemberantasan korupsi.

"Jaksa-jaksa yang sudah ditempatkan di KPK adalah jaksa-jaksa yang sudah mempunyai komitmen yang kuat, punya integritas yang kuat. Jadi kalau tiba-tiba saja ditarik dan ternyata kekosongan itu tidak diberikan (diisi), berarti sebenarnya mengganggu ritme pemberantasan korupsi," kata Ketua KPK Abraham Samad.

"Kalau tiba-tiba jaksa penyidiknya ditarik, itu kan mengganggu ritme oleh karena itu, hal ini harus dipertimbangkan oleh kejaksaan agung, kalau tadinya bisa diselesaikan tiga mungkin tinggal satu. Itu yang pasti," tambah Abraham.

Jaksa dari Kejagung yang ditempatkan di KPK saat ini berjumlah 96 jaksa.

"Untuk membangun integritas penyidik maupun jaksa di KPK tidak mudah karena ada sistem yang kita bangun, sehingga kalau tiba-tiba dirotasi maka orang luar itu butuh waktu untuk penyesuaian. Itu yang menurut saya mengganggu ritme. Jadi sebisa mungkin masing-masing lembaga menjaga ego sektoral agar kit bisa saling mendukung dalam hal pemberantasan korupsi, KPK tidak bisa dibiarkan sendiri sebagai satu-satunya lembaga untuk memberantas korupsi," ungkap Abraham.

Artinya, bila jaksa ditarik, maka KPK bagaikan seseorang yang kakinya dipatahkan sebelah sehingga pincang.

Tapi Abraham mengaku belum mendapatkan permintaan penarikan jaksa tersebut secara resmi.

"Saya cuma dengar dari media, mudah-mudahan berita ini berita burung," tambah Abrahan.

Abraham mengaku tidak sembarangan jaksa bisa masuk KPK.

"Di sini kan ada kriterianya nilai rata-rata harus tinggi di sini. Sebagai lembaga penegak hukum yang ingin menjadi role model harus lebih segala-galanya, begitu juga penyidiknya harus lebih," tambah Abraham.

Namun ia belum akan mengirim surat keberatan ke Kejagung.

"Saya tidak dalam posisi (mengirimkan surat keberatan) karena belum tahu persis atau memang putusan resmi yang diambil. Saya belum bisa berandai-anda. Harus ada surat resmi yang disampaikan kepada KPK karena seingat saya di zaman (mantan Jaksa Agung,red)Pak Basrief selalu menyatakan kalau pun KPK kekurangan (jaksa) kita akan memberikan jaksa sebanyak-banyaknya karena kita (kejaksaan) punya cadangan jaksa yang banyak bahkan ada biasa yang kerjanya sedikit. Makanya saya kaget tiba-tiba ada informasi bahwa kekurangan jaksa," ungkap Abraham.

Pewarta: Oleh: Riza Fahriza

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014