Anda yang sebenarnya sudah tertidur di malam hari lalu terbangun dua kali atau bahkan lebih untuk berkemih sebaiknya waspada bisa jadi mengalami nokturia atau berkemih berlebihan pada malam hari.
Selama waktu tidur, tubuh menghasilkan lebih sedikit urin dan ini artinya, kebanyakan orang tidak perlu bangun di malam hari untuk buang air kecil dan dapat tidur tanpa gangguan selama 6 hingga 8 jam. Tetapi, jika Anda harus bangun dua kali atau lebih per malam untuk buang air kecil, Anda mungkin mengalami nokturia.
"Nokturia didefinisikan sebagai berapa kali seseorang berkemih dalam periode tidur utamanya. Saat sudah terbangun pertama kali untuk berkemih (harus) diikuti keinginan untuk tidur," ujar Ketua Indonesian Society of Female and Functional Urology INASFFU), Harrina Erlianti Rahardjo dalam konferensi pers virtual, Jumat.
Jika seseorang terbangun pada malam hari atau waktu tidur utamanya tetapi tak disertai keinginan kembali untuk tidur bisa dianggap bukan nokturia.
Penyebab nokturia beragam antara lain gaya hidup terutama kebiasaan minum pada malam hari hingga kondisi medis seperti tumor prostat, prolaps kandung kemih, gagal jantung atau hati, infeksi ginjal dan diabetes. Wanita hamil juga bisa mengalaminya.
Khusus untuk asupan minum, Harrina yang juga staf medis di Departemen Urologi FKUI-RSCM menyarankan Anda minum pada pagi dan siang hari ketimbang malam hari terutama kafein menjelang tidur 2 hingga 4 jam sebelum tidur demi mencegah Anda buang air kecil di malam hari.
Hal senada juga diungkapkan staf medis divisi metabolik endokrin dan diabetes di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, Dyah Purnamasari.
Menurut dia, hormon antidiuretik yang memungkinkan tubuh menahan cairan menurun pada malam hari sehingga jika Anda minum banyak pada malam hari maka akan menyebabkan lebih sering berkemih.
"Hormon antidiuretik kadarnya di malam hari lebih sedikit, makanya kenapa kalau kita minumnya di malam hari tetap banyak secara fisiologis akan lebih mudah dan lebih banyak berkemih dibandingkan pagi dan siang hari karena hormon antidiuretik di malam hari kita jumlahnya menurun," kata Dyah.
Untuk menegakkan diagnosis nokturia, dokter bisa melakukan wawancara terarah pada pasien, seperti berapa kali berkemih saat malam, apakah Anda memproduksi urin lebih sedikit daripada sebelumnya, apakah Anda mengompol, obat apa yang Anda gunakan pakai hingga riwayat keluarga dengan masalah kandung kemih atau diabetes.
Dokter juga bisa meminta pasien melakukan pemeriksaan fisik meliputi berat badan, tinggi badan, tanda vital, jantung, paru-paru hingga meminta pasien membuat catatan berkemih.
Apa dampak nokturia untuk kualitas hidup Anda?
Menurut Harrina, tidur yang terganggu akibat harus terbangun untuk berkemih bisa menyebabkan penderita mengalami gangguan suasana hati, gangguan fungsi kongnitif dan memori, berisiko tinggi jatuh dan patah tulang, gangguan konsentrasi hingga penurunan sistem imun yang bisa mengundang penyakit lain.
Dari sisi angka kasus, menurut studi yang melibatkan 1555 subjek di 7 kota besar Indonesia pada tahun 2020, prevalensi nokturia sebesar 61,4 persen pada laki-laki dan 38.6 persen pada perempuan. Rerata usia pada penelitian tersebut adalah 57 (18-92) tahun dan nokturia didapatkan terbanyak pada kelompok umur 55-65 tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020
Selama waktu tidur, tubuh menghasilkan lebih sedikit urin dan ini artinya, kebanyakan orang tidak perlu bangun di malam hari untuk buang air kecil dan dapat tidur tanpa gangguan selama 6 hingga 8 jam. Tetapi, jika Anda harus bangun dua kali atau lebih per malam untuk buang air kecil, Anda mungkin mengalami nokturia.
"Nokturia didefinisikan sebagai berapa kali seseorang berkemih dalam periode tidur utamanya. Saat sudah terbangun pertama kali untuk berkemih (harus) diikuti keinginan untuk tidur," ujar Ketua Indonesian Society of Female and Functional Urology INASFFU), Harrina Erlianti Rahardjo dalam konferensi pers virtual, Jumat.
Jika seseorang terbangun pada malam hari atau waktu tidur utamanya tetapi tak disertai keinginan kembali untuk tidur bisa dianggap bukan nokturia.
Penyebab nokturia beragam antara lain gaya hidup terutama kebiasaan minum pada malam hari hingga kondisi medis seperti tumor prostat, prolaps kandung kemih, gagal jantung atau hati, infeksi ginjal dan diabetes. Wanita hamil juga bisa mengalaminya.
Khusus untuk asupan minum, Harrina yang juga staf medis di Departemen Urologi FKUI-RSCM menyarankan Anda minum pada pagi dan siang hari ketimbang malam hari terutama kafein menjelang tidur 2 hingga 4 jam sebelum tidur demi mencegah Anda buang air kecil di malam hari.
Hal senada juga diungkapkan staf medis divisi metabolik endokrin dan diabetes di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, Dyah Purnamasari.
Menurut dia, hormon antidiuretik yang memungkinkan tubuh menahan cairan menurun pada malam hari sehingga jika Anda minum banyak pada malam hari maka akan menyebabkan lebih sering berkemih.
"Hormon antidiuretik kadarnya di malam hari lebih sedikit, makanya kenapa kalau kita minumnya di malam hari tetap banyak secara fisiologis akan lebih mudah dan lebih banyak berkemih dibandingkan pagi dan siang hari karena hormon antidiuretik di malam hari kita jumlahnya menurun," kata Dyah.
Untuk menegakkan diagnosis nokturia, dokter bisa melakukan wawancara terarah pada pasien, seperti berapa kali berkemih saat malam, apakah Anda memproduksi urin lebih sedikit daripada sebelumnya, apakah Anda mengompol, obat apa yang Anda gunakan pakai hingga riwayat keluarga dengan masalah kandung kemih atau diabetes.
Dokter juga bisa meminta pasien melakukan pemeriksaan fisik meliputi berat badan, tinggi badan, tanda vital, jantung, paru-paru hingga meminta pasien membuat catatan berkemih.
Apa dampak nokturia untuk kualitas hidup Anda?
Menurut Harrina, tidur yang terganggu akibat harus terbangun untuk berkemih bisa menyebabkan penderita mengalami gangguan suasana hati, gangguan fungsi kongnitif dan memori, berisiko tinggi jatuh dan patah tulang, gangguan konsentrasi hingga penurunan sistem imun yang bisa mengundang penyakit lain.
Dari sisi angka kasus, menurut studi yang melibatkan 1555 subjek di 7 kota besar Indonesia pada tahun 2020, prevalensi nokturia sebesar 61,4 persen pada laki-laki dan 38.6 persen pada perempuan. Rerata usia pada penelitian tersebut adalah 57 (18-92) tahun dan nokturia didapatkan terbanyak pada kelompok umur 55-65 tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020