Jakarta (Antara Babel) - Mantan Wakil Presiden Hamzah Haz membesuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan Fuad Amin Imron yang ditahan di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"(Besuk) Bapak Fuad Amin, (dia) besan saya, ada apa?" kata Hamzah Haz saat datang ke gedung KPK Jakarta, Kamis.
Kedatangan Hamzah untuk membesuk Fuad Amin adalah kali kedua setelah ia membesuk Fuad pada 8 Januari 2015.
"Ya diakuilah (kesalahannya) lalu serahkan semua kepada proses hukum dan kedua kepada Allah," kata Hamzah saat ditanya mengenai persiapan Fuad menjelang sidang.
Fuad yang juga Bupati Bangkalan 2003-2013 ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi penerimaan suap dari PT Media Karya Sentosa dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Namun Hamzah mengakui bahwa Fuad memiliki tempat terhormat di depann rakyat Bangkalan.
"Dia cucunya Wali Kholil. Ada masjid di Bangkalan yang airnya sama dengan air zam-zam di Mekkah dan itu steril dan dapat dijual. Itu (Fuad) cucunya dan ini Kyai Kholil itu adalah wali," ungkap Hamzah.
Pada 23 Maret 2014, Fuad juga pernah menyatakan bahwa masjid Syaikhona Muhammad Kholil adalah masjid leluhurnya namun disita KPK karena tanah tempat masjid itu berdiri diatasnamakan Fuad. KPK sudah membantah menyita masjid tersebut.
KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU PEmberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Fuad diduga menerima uang hingga Rp18,85 miliar sejak 2009-2014 karena mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya (PD) serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur dan Gresik.
Dalam kasus TPPU, Fuad Amin disangkakan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 dan pasal 3 ayat (1) UU No 15 tahun 2002 yang diubah dengan UU No 25 tahun 2003 mengenai perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Ancaman bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Terkait pencucian uang, KPK sudah menyita uang Fuad sebesar lebih dari Rp250 miliar yang sekitar Rp234 miliar sudah berada dalam kas penampungan KPK, selebihnya masih dalam proses pemindahan.
KPK juga menyita 14 rumah dan apartemen berlokasi di Jakarta dan Surabaya, Yogyakarta, 70 bidang tanah (tanah kosong dan beberapa tanah dengan bangunan di atasnya) termasuk kantor Dewan Pimpinan Cabang partai Gerindra, butik dan toko serta 1 kondominium (dengan 50-60 kamar) di Bali dan 19 mobil yang disita di Jakarta, Surabaya, dan Bangkalan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"(Besuk) Bapak Fuad Amin, (dia) besan saya, ada apa?" kata Hamzah Haz saat datang ke gedung KPK Jakarta, Kamis.
Kedatangan Hamzah untuk membesuk Fuad Amin adalah kali kedua setelah ia membesuk Fuad pada 8 Januari 2015.
"Ya diakuilah (kesalahannya) lalu serahkan semua kepada proses hukum dan kedua kepada Allah," kata Hamzah saat ditanya mengenai persiapan Fuad menjelang sidang.
Fuad yang juga Bupati Bangkalan 2003-2013 ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi penerimaan suap dari PT Media Karya Sentosa dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Namun Hamzah mengakui bahwa Fuad memiliki tempat terhormat di depann rakyat Bangkalan.
"Dia cucunya Wali Kholil. Ada masjid di Bangkalan yang airnya sama dengan air zam-zam di Mekkah dan itu steril dan dapat dijual. Itu (Fuad) cucunya dan ini Kyai Kholil itu adalah wali," ungkap Hamzah.
Pada 23 Maret 2014, Fuad juga pernah menyatakan bahwa masjid Syaikhona Muhammad Kholil adalah masjid leluhurnya namun disita KPK karena tanah tempat masjid itu berdiri diatasnamakan Fuad. KPK sudah membantah menyita masjid tersebut.
KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU PEmberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Fuad diduga menerima uang hingga Rp18,85 miliar sejak 2009-2014 karena mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya (PD) serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur dan Gresik.
Dalam kasus TPPU, Fuad Amin disangkakan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 dan pasal 3 ayat (1) UU No 15 tahun 2002 yang diubah dengan UU No 25 tahun 2003 mengenai perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Ancaman bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Terkait pencucian uang, KPK sudah menyita uang Fuad sebesar lebih dari Rp250 miliar yang sekitar Rp234 miliar sudah berada dalam kas penampungan KPK, selebihnya masih dalam proses pemindahan.
KPK juga menyita 14 rumah dan apartemen berlokasi di Jakarta dan Surabaya, Yogyakarta, 70 bidang tanah (tanah kosong dan beberapa tanah dengan bangunan di atasnya) termasuk kantor Dewan Pimpinan Cabang partai Gerindra, butik dan toko serta 1 kondominium (dengan 50-60 kamar) di Bali dan 19 mobil yang disita di Jakarta, Surabaya, dan Bangkalan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015