Boston (Antara Babel) - Pelaku bom Maraton Boston Dzhokhar Tsarnaev
meminta maaf atas serangan maut 2013 pada sidang, namun hakim
memvonisnya dengan hukuman mati karena membunuh empat orang dan melukai
264 lainnya dalam pembomana itu serta setelahnya.
"Saya memohon maaf atas nyawa yang saya cabut, atas penderitaan yang saya timbulkan, untuk kerusakan yang saya lakukan," kata Tsarnaev (21) kepada sidang yang dipenuhi para orang tua korban serangan 15 April 2013 itu.
Ini adalah pertama kalinya Tsarnaev yang tak pernah berbicara atas namanya sendiri yang dia sampaikan di pengadilan.
"Dalam kasus ini, saya bersalah atas serangan itu, bersama abang saya," kata Tsarnaev yang berdiri di meja pesakitan.
Tsarnaev dinyatakan bersalah atas pembunuhan tiga orang dan melukai 264 dalam pemboman di garis finis maraton terkenal dunia itu, selain menembak mati seorang polisi tiga hari kemudian. Juri pengadilan federal juga menghukum mati dia pada Mei lalu.
Pemboman itu adalah salah satu serangan teror terbesar di tanah AS sejak Serangan 11 September 2001.
"Selama nama Anda disebut, maka yang akan dikenang adalah kejahatan yang Anda lakukan," kata hakim pengadilan distrik AS George O'Toole kepada Tsarnaev sebelum memvonis hukuman mati dia dengan suntik mati.
Tsarnaev berbicara setelah dua lusin orang, termasuk korban selamat, berpendapat mengenai serangan yang menewaskan banyak korban itu.
Rebekah Gregory, yang kehilangan kaki kiri, berbicara langsung kepada Tsarnaev.
"Teroris seperti Anda melakukan dua hal kepada dunia. Pertama, menciptakan kehancuran massal, namun yang kedua adalah yang paling menarik, karena tahukah Anda yang sungguh diakibatkan oleh kerusakan massal? Ini malah mempersatukan semua orang," kata dia.
Yang tewas akibat serangan teror itu adalah Martin Richard (8), mahasiswa pertukaran studi asal Tiongkok Lingzi Lu (26), dan manajer restoran Krystle Campbell (29). Tiga hari kemudian, Tsarnaev dan abangnya Tamerlan, menembak mati polisi penjaga Institut Teknologi Massachusetts, Sean Collier (26).
Tamerlan Tsarnaev tewas dalam baku tembak yang memaksa Dzhokhar menyerahkan diri.
Ibunda Krystle Campbell, Patricia, menyebut tindakan Tsarnaev itu "hina".
"Anda mengambil jalan sesat. Saya tahu hidup itu susah, namun pilihan yang Anda buat adalah hina dan yang Anda lakukan kepada anak saya adalah menjijikkan," kata dia.
Tsarnaev lalu meminta maat atas kesalahan yang dia dan abangnya lakukan.
"Saya bersedu pada Allah untuk memberi ampun kepada saya, saudara saya dan keluarga saya," kata Tsarnaev. "Saya memohon Allah memberikan ampunannya kepada semua yang ada di sini."
"Anda semua berkata pada saya betapa mengerikan peristiwa ini, beban yang saya timpakan kepada Anda. Saya berdoa empat orang itu berkesempatan melanjutkan hidupnya, namun saya malah merenggutnya dari Anda semua," kata Tsarnaev kepada dua lusinan orang yang berbicara atas nama korban seperti dikutip Reuters.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Saya memohon maaf atas nyawa yang saya cabut, atas penderitaan yang saya timbulkan, untuk kerusakan yang saya lakukan," kata Tsarnaev (21) kepada sidang yang dipenuhi para orang tua korban serangan 15 April 2013 itu.
Ini adalah pertama kalinya Tsarnaev yang tak pernah berbicara atas namanya sendiri yang dia sampaikan di pengadilan.
"Dalam kasus ini, saya bersalah atas serangan itu, bersama abang saya," kata Tsarnaev yang berdiri di meja pesakitan.
Tsarnaev dinyatakan bersalah atas pembunuhan tiga orang dan melukai 264 dalam pemboman di garis finis maraton terkenal dunia itu, selain menembak mati seorang polisi tiga hari kemudian. Juri pengadilan federal juga menghukum mati dia pada Mei lalu.
Pemboman itu adalah salah satu serangan teror terbesar di tanah AS sejak Serangan 11 September 2001.
"Selama nama Anda disebut, maka yang akan dikenang adalah kejahatan yang Anda lakukan," kata hakim pengadilan distrik AS George O'Toole kepada Tsarnaev sebelum memvonis hukuman mati dia dengan suntik mati.
Tsarnaev berbicara setelah dua lusin orang, termasuk korban selamat, berpendapat mengenai serangan yang menewaskan banyak korban itu.
Rebekah Gregory, yang kehilangan kaki kiri, berbicara langsung kepada Tsarnaev.
"Teroris seperti Anda melakukan dua hal kepada dunia. Pertama, menciptakan kehancuran massal, namun yang kedua adalah yang paling menarik, karena tahukah Anda yang sungguh diakibatkan oleh kerusakan massal? Ini malah mempersatukan semua orang," kata dia.
Yang tewas akibat serangan teror itu adalah Martin Richard (8), mahasiswa pertukaran studi asal Tiongkok Lingzi Lu (26), dan manajer restoran Krystle Campbell (29). Tiga hari kemudian, Tsarnaev dan abangnya Tamerlan, menembak mati polisi penjaga Institut Teknologi Massachusetts, Sean Collier (26).
Tamerlan Tsarnaev tewas dalam baku tembak yang memaksa Dzhokhar menyerahkan diri.
Ibunda Krystle Campbell, Patricia, menyebut tindakan Tsarnaev itu "hina".
"Anda mengambil jalan sesat. Saya tahu hidup itu susah, namun pilihan yang Anda buat adalah hina dan yang Anda lakukan kepada anak saya adalah menjijikkan," kata dia.
Tsarnaev lalu meminta maat atas kesalahan yang dia dan abangnya lakukan.
"Saya bersedu pada Allah untuk memberi ampun kepada saya, saudara saya dan keluarga saya," kata Tsarnaev. "Saya memohon Allah memberikan ampunannya kepada semua yang ada di sini."
"Anda semua berkata pada saya betapa mengerikan peristiwa ini, beban yang saya timpakan kepada Anda. Saya berdoa empat orang itu berkesempatan melanjutkan hidupnya, namun saya malah merenggutnya dari Anda semua," kata Tsarnaev kepada dua lusinan orang yang berbicara atas nama korban seperti dikutip Reuters.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015