Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berdasarkan Undang-Undang No 9 Tahun 2018 didefinisikan sebagai pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. Dalam struktur APBN, PNBP merupakan sumber penerimaan negara di samping penerimaan perpajakan dan penerimaan hibah.

Meskipun penerimaan perpajakan masih menjadi komponen utama penerimaan negara, namun komposisi PNBP cukup signifikan, bahkan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 PNBP memberikan kontribusi sebesar 16,84% terhadap total penerimaan negara, pada tahun 2018 memberikan kontribusi sebesar 21,06%. Sementara itu pada tahun 2020, di tengah tekanan pandemi PNBP masih mampu menyumbang sebesar 20,87% dari total penerimaan negara.

Realisasi PNBP pada tahun 2021 ini juga cukup baik, sejalan dengan upaya percepatan pemulihan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah. Sampai dengan 31 Oktober 2021, realisasi PNBP tercatat sebesar Rp349,17 triliun atau mencapai 117,09% (melampaui) target pada APBN 2021 yang ditetapkan sebesar Rp289,21 triliun. Capaian tersebut meningkat sebesar 25,20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan demikian, PNBP menyumbang sebesar 23,12% dari total penerimaan negara.
 
 


Jika dilihat secara regional, kinerja PNBP di Provinsi DIY dalam beberapa tahun terakhir juga menunjukkan capaian yang sangat baik, bahkan melampaui target yang ditetapkan
meskipun pandemi sangat berdampak bagi sektor pariwisata yang menjadi penggerak utama perekonomian di provinsi ini. Realisasi PNBP tahun 2019 mencapai Rp2,14 triliun atau 
sebesar 134,91% dari target. Kemudian pada tahun 2020 dan 2021 realisasi PNBP masing-masing mencapai Rp2,26 triliun atau sebesar 111,78% dari target 2020 dan Rp2,22 triliun atau sebesar 104,22% dari target 2021 (data 31 Oktober 2021). Dengan progres tersebut diharapkan hingga akhir tahun 2021, realisasi PNBP di Provinsi DIY lebih baik dibandingkan tahun 2020. 
 
 


Sebagai penerimaan yang dapat digunakan kembali, kinerja PNBP bukan hanya terkait dengan penerimaan, namun juga belanja. 
PNBP dapat digunakan oleh satuan kerja (satker) pengguna PNBP bukan hanya untuk meningkatkan kualitas layanan kepada  masyarakat, namun juga untuk mengoptimalisasi penerimaan PNBP 
selanjutnya.

Terkait dengan kewenangan dalam pemanfaatan PNBP, pada dasarnya satker dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu satker pengguna Rupiah Murni (RM), satker pengguna PNBP, dan satker berbentuk Badan Layanan Umum (BLU). Satker pengguna RM hanya memiliki kewenangan untuk melakukan belanja dengan menggunakan dana RM bahkan meskipun bisa jadi satker tersebut juga menghasilkan PNBP. Sedangkan, satker pengguna PNBP dan satker BLU memiliki kewenangan untuk melakukan belanja dengan menggunakan dana RM maupun PNBP. Jika pemanfaatan PNBP oleh satker pengguna PNBP melalui mekanisme pengajuan tagihan ke kas negara, maka untuk satker BLU, PNBP dapat digunakan secara langsung tanpa melalui pengesahan.

Berdasarkan PMK Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan APBN sebagaimana diubah dengan PMK Nomor 178/PMK.05/2018, satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan berupa maksimum pencairan PNBP. Hal ini dikarenakan penggunaan PNBP oleh satker tersebut tidak boleh melampaui pagu belanja bersumber dana PNBP pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan maksimum pemanfaatan PNBP yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 

Dalam perjalanannya, penyerapan belanja bersumber dana PNBP cenderung lebih lambat dibandingkan belanja bersumber RM. Hal ini dikarenakan MP PNBP baru dapat ditetapkan setelah PNBP terverifikasi masuk ke kas negara. Realisasi PNBP cenderung rendah di awal tahun dan meningkat signifikan di akhir tahun menjadikan belanja bersumber dana PNBP juga memiliki pola yang sama, menumpuk di akhir tahun anggaran. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan upaya percepatan penyerapan belanja pemerintah, terutama pada saat pandemi dimana APBN diharapkan mampu menjadi countercyclical perekonomian.
 
 


Dari data dapat dilihat bahwa kinerja realisasi PNBP di Provinsi DIY pada tiga tahun terakhir meningkatdi akhir tahun anggaran. Begitu juga dengan belanja bersumber dana PNBP dimana sampai dengan triwulan III tingkat penyerapan belanja bersumber dana PNBP memiliki slope lebih rendah dibandingkan belanja RM, kemudian meningkat tajam pada triwulan terakhir. Dengan mekanisme penetapan MP PNBP saat ini, maka kurva belanja bersumber dana PNBP akan selalu mengikuti kurva realisasi PNBP.

Sebagai salah satu upaya untuk mengakselerasi pencapaian output dan penyerapan belanja bersumber dana PNBP, pemerintah melakukan 
redesain mekanisme penetapan MP PNBP melalui PMK Nomor 110/PMK.05/2021 tentang Tata Cara Penetapan MP PNBP. Kebijakan tersebut juga bertujuan untuk simplifikasi proses pencairan anggaran, modernisasi mekanisme pencairan anggaran, dan penyesuaian terhadap peraturan terkait PNBP. Beberapa hal yang baru pada mekanisme penetapan MP PNBP tersebut antara lain:

- MP PNBP dapat diajukan oleh satker bahkan sebelum ada realisasi PNBP. Berdasarkan usulan tersebut, Bendahara Umum Negara memberikan penetapan MP PNBP dengan mempertimbangkan kinerja pengelolaan PNBP satker tersebut. Beberapa variable yang menjadi pertimbangan yaitu realisasi PNBP dan realisasi belanja bersumber dana PNBP 3 tahun terakhir, realisasi PNBP dan realisasi belanja bersumber dana PNBP tahun berjalan, proyeksi PNBP dan rencana belanja bersumber dana PNBP hingga akhir tahun berjalan, serta hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh BUN.

- Pengajuan MP PNBP dilakukan dengan menggunakan sistem yang terintegrasi. Sistem akan secara otomatis terkoneksi dengan data time series realisasi PNBP dan belanja bersumber dana PNBP, guna kemudahan dan memastikan validitas perhitungan MP PNBP yang diajukan oleh satker.

- MP PNBP dapat diajukan dalam 3 tahap, tahap I maksimum 60% dari pagu PNBP, tahap II sebesar maksimum 80% dari pagu PNBP, dan tahap III maksimum 100% dari pagu. Namun untuk kondisi dimana satker membutuhkan dana PNBP lebih cepat dan kinerja satker melampaui persentase di atas, maka satker dapat diberikan percepatan tahapan MP PNBP.

Sejak diimplementasikan PMK Nomor 110/PMK.05/2021 pada Oktober 2021, tren penyerapan belanja bersumber dana PNBP di Provinsi DIY menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Melandainya kurva realisasi belanja bersumber dana PNBP pada triwulan IV menjadi salah satu indikasi adanya percepatan dalam penyerapan belanja bersumber dana PNBP. Tentunya hal ini menjadi indikator perbaikan dalam pengelolaan belanja bersumber dana PNBP sebagai dampak perubahan mekanisme MP PNBP.
Meskipun demikian, implementasi kebijakan di atas tidak akan optimal tanpa didukung dengan 
komitmen dari para satker pengguna PNBP dan juga pembinaan yang efektif baik oleh K/L terkait maupun BUN. Melalui percepatan penyerapan belanja bersumber dana PNBP, diharapkan pencapaian output serta 
peningkatan kualitas layanan dapat segera dirasakan oleh masyarakat, dan tentunya peran APBN dalam pemulihan ekonomi nasional dapat berjalan efektif.

Oleh Zuhdi Eka (ASN Pada Kanwil DJPb Prov DIY)
 

Pewarta: Zuhdi Eka

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021