Jakarta (Antara Babel) - Dalam pemilihan kepala daerah, banyak calon-calon kepala daerah yang berasal dari partai politik bersaing bahkan tak jarang ada yang melakukan pertarungan ideologi.
Visi dan misi demi memenangkan pemilihan kepala daerah. Namun tidak jarang bermunculan calon-calon kepala daerah yang merupakan calon independen, turut serta memeriahkan ajang pemilihan kepala daerah tersebut.
Sebut saja pengamat ekonomi politik dari Universitas Indonesia Faisal Basri yang pernah turut serta meramaikan pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Keberadaan calon independen memang meramaikan demokrasi di tanah air. Kendati demikian beberapa aturan dan ketentuan dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah justru dianggap memberatkan dan bersifat diskriminatif terhadap para calon independen.
Karena itu Fadjroel Rahman, Saut Mangatas Sinaga, dan Victor Santoso Tandiasa kemudian menggugat beberapa ketentuan dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah tersebut di Mahkamah Konstitusi.
Salah satu ketentuan yang dianggap memberatkan dan bersifat diskriminatif adalah Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 terkait dengan pengaturan dukungan untuk calon independen yang semula tiga hingga 6,5 persen, menjadi 6,5 persen sampai 10 persen. Hal ini tentu dirasa sangat memberatkan para calon independen.
"Dari pasal ini berpotensi melanggar konstitusi dan hak asasi warga negara dan tidak memenuhi asas pemilu luber dan jurdil," ujar kuasa hukum Pemohon Unoto Dwi Yulianto dalam sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (26/5).
Selain itu pasal lain yang digugat adalah Pasal 41 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang berisi tentang syarat pencalonan kepala daerah khususnya gubernur dan wakil gubernur.
Terkait dengan ketentuan tersebut, Fadjroel Rachman yang semula hendak maju melalui calon perseorangan di dalam Pilkada Kalimantan Selatan kemudian mengurungkan niatnya mengingat ketentuan baru terkait dengan jumlah dukungan bagi calon independen.
Parpol sehat
Pakar komunikasi politik Effendi Ghazali mengatakan bahwa keberadaan calon perseorangan atau "independen" dalam pemilihan kepala daerah justru menjaga supaya partai politik tetap sehat.
"Untuk menjaga agar partai politik tetap sehat, maka disediakan mekanisme calon perseorangan yang dalam pertimbangan paradigmanya merupakan vaksin untuk menyehatkan partai politik," ujar Effendi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (9/7).
Hal itu dikemukakan oleh Effendi selaku ahli dalam sidang uji materiil atas Pasal 41 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Effendi kemudian menjelaskan bahwa untuk melaksanakan demokrasi yang sesungguhnya diperlukan partai politik sebagai pilar atau elemen utama. Untuk itu, partai politik harus sehat dalam menjalankan fungsi dasar.
Menurut dia, untuk menjaga agar partai politik tetap sehat dalam sebuah sistem demokrasi, maka disediakan mekanisme calon perseorangan yang dalam pertimbangan paradigmanya dianggap sebagai vaksin yang berfungsi untuk menyehatkan partai politik.
"Banyak negara yang demokrasinya sudah matang, justru memilih memudahkan persyaratan dukungan untuk calon perseorangan dalam upaya atau proses menuju sistem politik yang relatif lebih sederhana," ujar Effendi menanggapi ketentuan yang dianggap oleh Pemohon memberatkan para calon independen.
"Karena itu, selain mendirikan partai politik baru, maka kesempatan untuk menyampaikan dan mengimplementasikan ideologi tertentu layak diberikan secara luas kepada calon perseorangan," tambah dia.
Dalam kesempatan yang sama pengamat ekonomi politik Universitas Indonesia, Faisal Basri, yang pernah menjadi calon independen dalam pemilu kepala daerah di wilayah DKI Jakarta, menyebutkan bahwa calon independen dalam Pilkada dapat meningkatkan kualitas demokrasi.
"Calon independen tidak bukan adalah untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan terbukti memang dengan adanya calon independen mahar menjadi turun harganya," ujar Faisal yang menjadi saksi dari pihak Pemohon dalam persidangan uji materiil tersebut
Lebih lanjut Faisal menyebutkan bahwa dengan adanya calon independen, partai politik tidak lagi bersikap semena-mena dalam menentukan mahar karena ada saluran alternatif berupa calon independen.
Sebagai saksi dalam persidangan tersebut, Faisal menuturkan pengalamannya yang pernah ditolak oleh satu partai politik dalam pemilihan kepala daerah, dengan alasan bahwa partai politik tersebut sudah mengusung pasangan lain.
Faisal kemudian menambahkan bahwa pihak partai politik tersebut juga menyebutkan jika pasangan yang diajukan gagal, maka akan dilelang dengan penawaran tertinggi.
Berdasarkan pengalamannya tersebut, Faisal menilai bahwa demokrasi di Indonesia pada kala itu tidak memiliki katup pengaman, sehingga bila terjadi kezaliman yang sudah melampaui batas pada partai politik, tidak ada yang mengkoreksi.
"Di sinilah fungsi mulia dari calon independen itu," ujar Faisal.
Faisal juga berpendapa bahwa calon independen atau perseorangan dapat menemukan cara yang inovatif untuk mengkampanyekan dirinya kepada masyarakat.
"Itulah yang akan meningkatkan kualitas demokrasi," pungkas Faisal.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
Visi dan misi demi memenangkan pemilihan kepala daerah. Namun tidak jarang bermunculan calon-calon kepala daerah yang merupakan calon independen, turut serta memeriahkan ajang pemilihan kepala daerah tersebut.
Sebut saja pengamat ekonomi politik dari Universitas Indonesia Faisal Basri yang pernah turut serta meramaikan pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Keberadaan calon independen memang meramaikan demokrasi di tanah air. Kendati demikian beberapa aturan dan ketentuan dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah justru dianggap memberatkan dan bersifat diskriminatif terhadap para calon independen.
Karena itu Fadjroel Rahman, Saut Mangatas Sinaga, dan Victor Santoso Tandiasa kemudian menggugat beberapa ketentuan dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah tersebut di Mahkamah Konstitusi.
Salah satu ketentuan yang dianggap memberatkan dan bersifat diskriminatif adalah Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 terkait dengan pengaturan dukungan untuk calon independen yang semula tiga hingga 6,5 persen, menjadi 6,5 persen sampai 10 persen. Hal ini tentu dirasa sangat memberatkan para calon independen.
"Dari pasal ini berpotensi melanggar konstitusi dan hak asasi warga negara dan tidak memenuhi asas pemilu luber dan jurdil," ujar kuasa hukum Pemohon Unoto Dwi Yulianto dalam sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (26/5).
Selain itu pasal lain yang digugat adalah Pasal 41 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang berisi tentang syarat pencalonan kepala daerah khususnya gubernur dan wakil gubernur.
Terkait dengan ketentuan tersebut, Fadjroel Rachman yang semula hendak maju melalui calon perseorangan di dalam Pilkada Kalimantan Selatan kemudian mengurungkan niatnya mengingat ketentuan baru terkait dengan jumlah dukungan bagi calon independen.
Parpol sehat
Pakar komunikasi politik Effendi Ghazali mengatakan bahwa keberadaan calon perseorangan atau "independen" dalam pemilihan kepala daerah justru menjaga supaya partai politik tetap sehat.
"Untuk menjaga agar partai politik tetap sehat, maka disediakan mekanisme calon perseorangan yang dalam pertimbangan paradigmanya merupakan vaksin untuk menyehatkan partai politik," ujar Effendi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (9/7).
Hal itu dikemukakan oleh Effendi selaku ahli dalam sidang uji materiil atas Pasal 41 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Effendi kemudian menjelaskan bahwa untuk melaksanakan demokrasi yang sesungguhnya diperlukan partai politik sebagai pilar atau elemen utama. Untuk itu, partai politik harus sehat dalam menjalankan fungsi dasar.
Menurut dia, untuk menjaga agar partai politik tetap sehat dalam sebuah sistem demokrasi, maka disediakan mekanisme calon perseorangan yang dalam pertimbangan paradigmanya dianggap sebagai vaksin yang berfungsi untuk menyehatkan partai politik.
"Banyak negara yang demokrasinya sudah matang, justru memilih memudahkan persyaratan dukungan untuk calon perseorangan dalam upaya atau proses menuju sistem politik yang relatif lebih sederhana," ujar Effendi menanggapi ketentuan yang dianggap oleh Pemohon memberatkan para calon independen.
"Karena itu, selain mendirikan partai politik baru, maka kesempatan untuk menyampaikan dan mengimplementasikan ideologi tertentu layak diberikan secara luas kepada calon perseorangan," tambah dia.
Dalam kesempatan yang sama pengamat ekonomi politik Universitas Indonesia, Faisal Basri, yang pernah menjadi calon independen dalam pemilu kepala daerah di wilayah DKI Jakarta, menyebutkan bahwa calon independen dalam Pilkada dapat meningkatkan kualitas demokrasi.
"Calon independen tidak bukan adalah untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan terbukti memang dengan adanya calon independen mahar menjadi turun harganya," ujar Faisal yang menjadi saksi dari pihak Pemohon dalam persidangan uji materiil tersebut
Lebih lanjut Faisal menyebutkan bahwa dengan adanya calon independen, partai politik tidak lagi bersikap semena-mena dalam menentukan mahar karena ada saluran alternatif berupa calon independen.
Sebagai saksi dalam persidangan tersebut, Faisal menuturkan pengalamannya yang pernah ditolak oleh satu partai politik dalam pemilihan kepala daerah, dengan alasan bahwa partai politik tersebut sudah mengusung pasangan lain.
Faisal kemudian menambahkan bahwa pihak partai politik tersebut juga menyebutkan jika pasangan yang diajukan gagal, maka akan dilelang dengan penawaran tertinggi.
Berdasarkan pengalamannya tersebut, Faisal menilai bahwa demokrasi di Indonesia pada kala itu tidak memiliki katup pengaman, sehingga bila terjadi kezaliman yang sudah melampaui batas pada partai politik, tidak ada yang mengkoreksi.
"Di sinilah fungsi mulia dari calon independen itu," ujar Faisal.
Faisal juga berpendapa bahwa calon independen atau perseorangan dapat menemukan cara yang inovatif untuk mengkampanyekan dirinya kepada masyarakat.
"Itulah yang akan meningkatkan kualitas demokrasi," pungkas Faisal.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015