Jakarta (Antara Babel) - Pengamat militer Al-Chaidir menilai sosok militer menjadi prioritas utama untuk menggantikan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno yang diisukan masuk dalam bursa reshuffle Kabinet Kerja.
"Presiden Joko Widodo sudah sepantasnya mengganti karena tidak berprestasi dan terkesan santai. Tidak cocok dengan semangat Kabinet Kerja," kata Al-Chaidir, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, profil dari latar belakang militer tetap menjadi pilihan utama untuk menggantikan posisi Tedjo karena secara kultural sipil akan kewalahan.
"TNI salah satu organisasi modern dan rasional serta cepat," katanya.
Ia menyebutkan ada beberapa bekal yang harus dimiliki oleh calon pengganti Tedjo, salah satunya kedekatan dengan rakyat karena kekuatan rakyat yang besar jelas memengaruhi politik, hukum dan keamanan.
"Sipil adalah kekuatan kedua setelah tentara, mereka tidak bersenjata tapi bayangkan berapa tenaga kerja yang besar dan sangat berpengaruh," jelasnya.
Ditanya mengenai sosok berlatarbelakang militer yang dianggap pantas menjabat Menko Polhukam, Chaidir menilai mantan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko sebagai salah satu kandidat.
Selain dekat dengan Presiden Jokowi, tambah dia, Jenderal bintang empat itu diyakini mampu membangkitkan semangat bernegara. Di samping itu nama lain yang juga patut masuk dalam bursa Menko Polhukam mantan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin.
"Saya lihat memang perlu dipertimbangkan Moeldoko, selain itu ada Sjafrie Sjamsoedin," tuturnya.
Dihubungi terpisah, pengamat militer Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy berpendapat pergantian Menko Polhukam merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi.
Muhadjir menuturkan Presiden Jokowi bisa saja tak mengganti dan memberikan teguran keras bila memang capaian Tedjo masih di bawah target.
"Bidang Polhukam itu memang sebagian urusannya bersifat tak terprediksikan. Semakin tidak stabil keadaan akan semakin banyak kasus yang tak terprediksikan (unpredictable), dengan konsekuensi yang juga tak terhindarkan (unavoidable)," kata pria yang pernah kursus singkat di National Defense University, Amerika Serikat ini.
Terkait nama mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang belakangan santer diprediksi akan menggantikan Menko Tedjo, Muhadjir menyebut hal itu mungkin saja, apalagi sebelum Tedjo yang merupakan purnawirawan TNI AL, jabatan Menko Polhukam diduduki Djoko Suyanto yang pensiunan TNI AU.
"Kalau Moeldoko yang berasal dari TNI AD mendapat posisi, maka pergiliran posisi sangat ideal terjadi. Moeldoko salah seorang sosok yang sangat layak apabila menempati bidang Polhukam. Dengan bekal sebagai jenderal purnawirawan berpengalaman serta kualifikasi akademik tingkat doktor yang dimiliki, saya kira cukup untuk jaminan akan hal itu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Presiden Joko Widodo sudah sepantasnya mengganti karena tidak berprestasi dan terkesan santai. Tidak cocok dengan semangat Kabinet Kerja," kata Al-Chaidir, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, profil dari latar belakang militer tetap menjadi pilihan utama untuk menggantikan posisi Tedjo karena secara kultural sipil akan kewalahan.
"TNI salah satu organisasi modern dan rasional serta cepat," katanya.
Ia menyebutkan ada beberapa bekal yang harus dimiliki oleh calon pengganti Tedjo, salah satunya kedekatan dengan rakyat karena kekuatan rakyat yang besar jelas memengaruhi politik, hukum dan keamanan.
"Sipil adalah kekuatan kedua setelah tentara, mereka tidak bersenjata tapi bayangkan berapa tenaga kerja yang besar dan sangat berpengaruh," jelasnya.
Ditanya mengenai sosok berlatarbelakang militer yang dianggap pantas menjabat Menko Polhukam, Chaidir menilai mantan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko sebagai salah satu kandidat.
Selain dekat dengan Presiden Jokowi, tambah dia, Jenderal bintang empat itu diyakini mampu membangkitkan semangat bernegara. Di samping itu nama lain yang juga patut masuk dalam bursa Menko Polhukam mantan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin.
"Saya lihat memang perlu dipertimbangkan Moeldoko, selain itu ada Sjafrie Sjamsoedin," tuturnya.
Dihubungi terpisah, pengamat militer Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy berpendapat pergantian Menko Polhukam merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi.
Muhadjir menuturkan Presiden Jokowi bisa saja tak mengganti dan memberikan teguran keras bila memang capaian Tedjo masih di bawah target.
"Bidang Polhukam itu memang sebagian urusannya bersifat tak terprediksikan. Semakin tidak stabil keadaan akan semakin banyak kasus yang tak terprediksikan (unpredictable), dengan konsekuensi yang juga tak terhindarkan (unavoidable)," kata pria yang pernah kursus singkat di National Defense University, Amerika Serikat ini.
Terkait nama mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang belakangan santer diprediksi akan menggantikan Menko Tedjo, Muhadjir menyebut hal itu mungkin saja, apalagi sebelum Tedjo yang merupakan purnawirawan TNI AL, jabatan Menko Polhukam diduduki Djoko Suyanto yang pensiunan TNI AU.
"Kalau Moeldoko yang berasal dari TNI AD mendapat posisi, maka pergiliran posisi sangat ideal terjadi. Moeldoko salah seorang sosok yang sangat layak apabila menempati bidang Polhukam. Dengan bekal sebagai jenderal purnawirawan berpengalaman serta kualifikasi akademik tingkat doktor yang dimiliki, saya kira cukup untuk jaminan akan hal itu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015