Jakarta (Antara Babel) - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyebut pertemuan antara delegasi DPR dengan pebisnis asal Amerika Serikat Donald Trump, dalam kunjungan kerja di Negeri Paman Sam, berpotensi menjadi sebuah wujud pelanggaran etis.
"Sangat mungkin ada pelanggaran etis serius berupa konflik kepentingan terkait kehadiran anggota DPR dalam pertemuan dengan Trump," kata peneliti senior Formappi Lucius Karus di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, berita tentang pertemuan rombongan DPR di bawah koordinasi Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dengan pebisnis AS Donald Trump, di Amerika Serikat ramai dibicarakan di media sosial.
Delegasi DPR di sela-sela kunjungan resminya, kedapatan hadir dalam acara konferensi pers Donald Trump terkait dukungan politiknya di AS.
Fadli Zon, kata Lucius, telah mengklarifikasi bahwa pertemuan dengan Trump terjadi secara spontan dan di luar agenda resmi kunjungan kerja DPR.
Namun klarifikasi Fadli ini menurut dia, patut dipertanyakan, terlebih jika pada saat pertemuan itu delegasi DPR membahas masalah investasi di Indonesia.
"Apakah delegasi DPR melakukan pembicaraan tentang investasi itu dalam konteks personal diri mereka. Jika benar begitu artinya mereka sebagai politisi sekaligus pebisnis tengah melakukan diskusi soal investasi dengan pebisnis bernama Trump di AS," ujar dia.
Lucius menelaah, dalam pertemuan itu Novanto dan Fadli Zon diperkenalkan Trump sebagai anggota DPR. Pertemuan itu pun, kata Lucius berlangsung tidak singkat.
Sehingga dugaan pelanggaran etis bisa dikenakan kepada para anggota tersebut ketika mereka memanfaatkan waktu di sela kunjungan resmi untuk melakukan pertemuan lain yang disebut-sebut "spontan" itu.
Kepentingan negara
Lucius mengingatkan di dalam kode etik anggota DPR disebutkan bahwa perjalanan dinas adalah perjalanan pimpinan dan atau anggota untuk kepentingan negara dalam hubungan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, baik yang dilakukan di dalam wilayah RI maupun di luar wilayah RI.
"Jadi kalaupun spontan, pertemuan yang dilakukan Setya Novanto, Fadli Zon, dan turut didalamnya Azis Syamsuddin itu tetap harus dipertanyakan dari sisi etis. Apakah pertemuan tersebut tetap mengutamakan kepentingan negara atau kepentingan bisnis para anggota itu sendiri," kata dia.
Dia menegaskan, jika Trump memperkenalkan Setya Novanto dan rombongan sebagai anggota DPR artinya dengan sadar para anggota DPR RI itu menghadiri undangan Trump dan mendukung kegiatan Trump yang pada saat itu tengah menggelar konferensi pers terkait dukungan politiknya di AS.
Wibawa DPR kata dia, kian dipertaruhkan ketika anggotanya bisa begitu saja hadir pada sebuah acara politik negara lain dengan maksud dan misi yang tidak jelas.
"Saya kira tak cukup hanya dengan menjelaskan bahwa pertemuan itu spontan, anggota DPR yang bertemu Trump harus bersedia mempertanggungjawabkan kegiatannya bersama Trump kepada publik. Termasuk jika memungkinkan mereka membuka tuntas apa yang dibicarakan bersama dengan Trump," tegas Lucius.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Sangat mungkin ada pelanggaran etis serius berupa konflik kepentingan terkait kehadiran anggota DPR dalam pertemuan dengan Trump," kata peneliti senior Formappi Lucius Karus di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, berita tentang pertemuan rombongan DPR di bawah koordinasi Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dengan pebisnis AS Donald Trump, di Amerika Serikat ramai dibicarakan di media sosial.
Delegasi DPR di sela-sela kunjungan resminya, kedapatan hadir dalam acara konferensi pers Donald Trump terkait dukungan politiknya di AS.
Fadli Zon, kata Lucius, telah mengklarifikasi bahwa pertemuan dengan Trump terjadi secara spontan dan di luar agenda resmi kunjungan kerja DPR.
Namun klarifikasi Fadli ini menurut dia, patut dipertanyakan, terlebih jika pada saat pertemuan itu delegasi DPR membahas masalah investasi di Indonesia.
"Apakah delegasi DPR melakukan pembicaraan tentang investasi itu dalam konteks personal diri mereka. Jika benar begitu artinya mereka sebagai politisi sekaligus pebisnis tengah melakukan diskusi soal investasi dengan pebisnis bernama Trump di AS," ujar dia.
Lucius menelaah, dalam pertemuan itu Novanto dan Fadli Zon diperkenalkan Trump sebagai anggota DPR. Pertemuan itu pun, kata Lucius berlangsung tidak singkat.
Sehingga dugaan pelanggaran etis bisa dikenakan kepada para anggota tersebut ketika mereka memanfaatkan waktu di sela kunjungan resmi untuk melakukan pertemuan lain yang disebut-sebut "spontan" itu.
Kepentingan negara
Lucius mengingatkan di dalam kode etik anggota DPR disebutkan bahwa perjalanan dinas adalah perjalanan pimpinan dan atau anggota untuk kepentingan negara dalam hubungan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, baik yang dilakukan di dalam wilayah RI maupun di luar wilayah RI.
"Jadi kalaupun spontan, pertemuan yang dilakukan Setya Novanto, Fadli Zon, dan turut didalamnya Azis Syamsuddin itu tetap harus dipertanyakan dari sisi etis. Apakah pertemuan tersebut tetap mengutamakan kepentingan negara atau kepentingan bisnis para anggota itu sendiri," kata dia.
Dia menegaskan, jika Trump memperkenalkan Setya Novanto dan rombongan sebagai anggota DPR artinya dengan sadar para anggota DPR RI itu menghadiri undangan Trump dan mendukung kegiatan Trump yang pada saat itu tengah menggelar konferensi pers terkait dukungan politiknya di AS.
Wibawa DPR kata dia, kian dipertaruhkan ketika anggotanya bisa begitu saja hadir pada sebuah acara politik negara lain dengan maksud dan misi yang tidak jelas.
"Saya kira tak cukup hanya dengan menjelaskan bahwa pertemuan itu spontan, anggota DPR yang bertemu Trump harus bersedia mempertanggungjawabkan kegiatannya bersama Trump kepada publik. Termasuk jika memungkinkan mereka membuka tuntas apa yang dibicarakan bersama dengan Trump," tegas Lucius.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015