Jakarta (Antara Babel) - Paket Kebijakan Tahap I yang diluncurkan awal September 2015 oleh Presiden Joko Widodo tidak akan berarti apapun tanpa implementasi.
Deregulasi yang ingin dikebut di dalamnya hanya akan menjadi sekadar janji, jika tanpa percepatan aksi.
Hal itu disadari benar oleh pemerintah, bahkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang menegaskan implementasi menjadi fokus utama yang ingin diwujudkan setelah diluncurkannya paket kebijakan September 1 tersebut.
Ia menargetkan sejumlah peraturan terutama Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan dideregulasi rampung prosesnya pada pertengahan September 2015.
"Langkah penyelesaian peraturannya, PP-nya, kita akan selesaikan pada minggu kedua September," kata Darmin.
Pihaknya berjanji akan mengawal, terutama juga karena sampai saat ini proses tersebut sedang mulai dan terus berjalan.
"Proses administratif kita sudah minta ada percepatan untuk sinkronisasi," katanya.
Darmin menambahkan pelaksanaan akan dimulai pada pekan ketiga September 2015, termasuk di dalamnya langkah monitoring dan pelaksanaan.
Ia mencontohkan, peraturan yang akan dideregulasi di antaranya soal percepatan pembangunan 14 kawasan industri.
"Yang penting implementasi, kita mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kemudian menyiapkan apa yang diperlukan lebih lanjut," katanya.
Ada sebanyak 134 peraturan yang akan dideregulasi yang tersebar di 17 kementerian/lembaga dengan rincian 17 PP, 11 Perpres, 2 Inpres, 96 Peraturan Menteri, dan 8 peraturan lainnya.
"Dari seluruhnya itu kalau kita mau sederhanakan seperti yang disampaikan sebelumnya menyangkut perluasan dan pembukaan peluang investasi," katanya.
Kejar Target
Institusi yang memiliki peraturan untuk dideregulasi terbanyak, salah satunya Kementerian Koperasi dan UKM.
Kementerian itupun kini sedang mengejar target untuk bisa segera merampungkan deregulasi bagi 28 peraturan yang harus disesuaikan dalam rangka meningkatkan kualitas koperasi dan UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga mengatakan pihaknya sedang merampungkan deregulasi peraturan sebagai tindak lanjut Paket Kebijakan Tahap I yang diluncurkan pada awal September 2015.
"Beberapa produk hukum yang menjadi regulasi pengaturan koperasi yang berbentuk Peraturan Menteri (Permen) perlu disesuaikan seiring dengan telah dikeluarkannya UU yang disahkan setelah tahun 1992," katanya.
Hal itu dilakukan agar deregulasi bisa lebih memberikan kepastian hukum dan kepastian arah bagi pengembangan koperasi dan UKM.
Untuk itu, kata Puspayoga, sesuai dengan paket kebijakan September I, maka peraturan-peraturan menteri perlu direvisi dan disempurnakan.
Menurut Puspayoga, deregulasi di sektor koperasi dan UMKM perlu disesuaikan dengan semangat dari Undang-Undang lain yang lahir setelah tahun 1992 seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan UU Nomor 08 Tahun 2010 tentang PPTPPU (Pencucian Uang ).
Selain itu juga terhadap UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU Nomor 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, UU Nomor 03 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa, UU Nomor 07 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
"Permen-Permen yang sebelumnya disusun secara parsial akan digabungkan sehingga menjadi satu regulasi yang utuh tidak terpisah-pisah, sehingga mudah dipahami oleh pelaku koperasi, dan UMKM," katanya.
Dari Permen yang semula sebanyak 28 Permen akan dilakukan penyempurnaan melalui penggabungan beberapa Permen sehingga hanya menjadi 16 Permen.
Menurut Menkop, deregulasi itu akan berdampak pada sistem
administrasi badan hukum koperasi yang lebih tertib dan terintegrasi, prosedur pendirian koperasi dapat lebih mudah, cepat dan efisien, serta meningkatkan kepedulian pemerintah daerah dalam pemberdayaan koperasi.
Dampak lain yang diharapkan di antaranya koperasi lebih terarah menuju koperasi berkualitas, mendorong koperasi tumbuh sebagai koperasi berkualitas berbasis anggota dan berskala besar, mendorong pemerintah provinsi, kabupaten/kota lebih berperan dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM di wilayahnya.
"Dalam penyempurnaan regulasi ini juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan pengawasan terhadap koperasi sehingga dapat meningkatkan kepercayaan anggota, masyarakat dan pihak lain terhadap koperasi," katanya.
Deregulasi juga diharapkan berdampak pada semakin terbangunnya
koperasi sebagai entitas badan usaha yang berbadan hukum yang dikelola secara profesional, meningkatkan daya saing koperasi dalam perekonomian nasional, dan mendorong tumbuh dan berkembangnya wirausaha baru.
Puspayoga berharap kelompok-kelompok usaha bersama yang dibentuk oleh berbagai instansi yang selama ini tidak ada exit program dapat didorong menjadi koperasi dan seluruh koperasi yang ada dapat ditingkatkan kualitasnya.
Deregulasi peraturan sekaligus diharapkan mampu menekan kasus-kasus penyelewengan dan penyalahgunaan di lingkungan koperasi,
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi, dan mendorong berkembangnya koperasi di sektor riil.
Sedangkan bagi UMKM, deregulasi juga diharapkan berdampak pada adanya kemudahan bagi pelaku UMKM untuk mengikuti pelatihan, sehingga mereka dapat lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, teknologi dan pemasaran .
"Melalui paket-paket kebijakan ini kita berharap adanya peningkatan kualitas pelayanan koperasi kepada para anggotanya yang tidak lain adalah para pelaku UMKM juga, dan tentunya para pelaku UMKM dapat lebih berdaya saing terutama dalam menghadapi era globalisasi," katanya.
Pengusaha Siap
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perbankan dan Finansial menyatakan mendukung langkah pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I September 2015.
Kadin selaku perwakilan dunia usaha menilai paket kebijakan ekonomi ini menjadi terobosan yang komprehensif agar bisa keluar dari tekanan ekonomi, dengan harapan dapat memberikan kemudahan-kemudahan yang diperlukan bagi dunia usaha dalam merespons situasi sulit yang dihadapi saat ini.
"Langkah selanjutnya Pemerintah diharapkan segera bergerak cepat dalam mengimplementasikan paket kebijakan tersebut dengan mengajak dunia usaha untuk merespons secara tepat dan cepat situasi ekonomi saat ini melalui perumusan kebijakan jangka pendek yang diperlukan dunia usaha," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P. Roeslani.
Menurut dia, banyak sumbatan dalam pembangunan ekonomi yang membutuhkan deregulasi, salah satunya terkait daya saing industri nasional melalui revitalisasi industri yang 10 tahun terbengkalai karena Indonesia cenderung terlena dengan harga komoditas primer, belum kuat dan dalamnya struktur industri nasional, serta belum optimalnya alokasi sumber daya energi dan bahan baku serta pembiayaan industri.
"Industri bisa menjadi pondasi baru perekonomian nasional dengan definisi industri tidak hanya sebatas teknologi fabrikasi dan manufaktur, tetapi lebih pada peningkatan nilai tambah produk," terang Rosan.
Chairman Recapital Group ini menambahkan, ada tiga sektor industri yang perlu mendapatkan penekanan yakni industri yang berbasis agribisnis, industri yang berbasis komoditas, dan industri yang berbasis maritim.
"Tanpa membangkitkan kembali industri, khususnya di sektor agrikultur dan maritim, maka petani, peternak dan nelayan tidak akan berdaya dan tidak pernah sejahtera. Karena nasib mereka dikendalikan pedagang besar dan tengkulak. Padahal mereka yang berproduksi. Kalau ini dibiarkan, maka struktur ekonomi kita tidak produktif, melainkan eksploitatif," ujarnya.
Ia menegaskan tiga sektor ini yang perlu diprioritaskan karena Indonesia akan sulit untuk mengawali dengan sesuatu yang baru dan asing.
Sedangkan agribisnis, komoditas, dan maritim sudah menjadi kekayaan dan unggulan Indonesia hingga saat ini.
"Kita hanya perlu memberikan nilai tambah pada kualitas produk yang ditawarkan," kata Rosan.
Ia menambahkan, Kadin ingin berkembang menjadi mitra pemerintah yang kredibel.
"Selain itu, Kadin perlu diarahkan untuk memfasilitasi kepentingan dunia usaha, harus mempu menjabarkan apa yang dibutuhkan dunia usaha," kata Rosan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
Deregulasi yang ingin dikebut di dalamnya hanya akan menjadi sekadar janji, jika tanpa percepatan aksi.
Hal itu disadari benar oleh pemerintah, bahkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang menegaskan implementasi menjadi fokus utama yang ingin diwujudkan setelah diluncurkannya paket kebijakan September 1 tersebut.
Ia menargetkan sejumlah peraturan terutama Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan dideregulasi rampung prosesnya pada pertengahan September 2015.
"Langkah penyelesaian peraturannya, PP-nya, kita akan selesaikan pada minggu kedua September," kata Darmin.
Pihaknya berjanji akan mengawal, terutama juga karena sampai saat ini proses tersebut sedang mulai dan terus berjalan.
"Proses administratif kita sudah minta ada percepatan untuk sinkronisasi," katanya.
Darmin menambahkan pelaksanaan akan dimulai pada pekan ketiga September 2015, termasuk di dalamnya langkah monitoring dan pelaksanaan.
Ia mencontohkan, peraturan yang akan dideregulasi di antaranya soal percepatan pembangunan 14 kawasan industri.
"Yang penting implementasi, kita mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kemudian menyiapkan apa yang diperlukan lebih lanjut," katanya.
Ada sebanyak 134 peraturan yang akan dideregulasi yang tersebar di 17 kementerian/lembaga dengan rincian 17 PP, 11 Perpres, 2 Inpres, 96 Peraturan Menteri, dan 8 peraturan lainnya.
"Dari seluruhnya itu kalau kita mau sederhanakan seperti yang disampaikan sebelumnya menyangkut perluasan dan pembukaan peluang investasi," katanya.
Kejar Target
Institusi yang memiliki peraturan untuk dideregulasi terbanyak, salah satunya Kementerian Koperasi dan UKM.
Kementerian itupun kini sedang mengejar target untuk bisa segera merampungkan deregulasi bagi 28 peraturan yang harus disesuaikan dalam rangka meningkatkan kualitas koperasi dan UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga mengatakan pihaknya sedang merampungkan deregulasi peraturan sebagai tindak lanjut Paket Kebijakan Tahap I yang diluncurkan pada awal September 2015.
"Beberapa produk hukum yang menjadi regulasi pengaturan koperasi yang berbentuk Peraturan Menteri (Permen) perlu disesuaikan seiring dengan telah dikeluarkannya UU yang disahkan setelah tahun 1992," katanya.
Hal itu dilakukan agar deregulasi bisa lebih memberikan kepastian hukum dan kepastian arah bagi pengembangan koperasi dan UKM.
Untuk itu, kata Puspayoga, sesuai dengan paket kebijakan September I, maka peraturan-peraturan menteri perlu direvisi dan disempurnakan.
Menurut Puspayoga, deregulasi di sektor koperasi dan UMKM perlu disesuaikan dengan semangat dari Undang-Undang lain yang lahir setelah tahun 1992 seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan UU Nomor 08 Tahun 2010 tentang PPTPPU (Pencucian Uang ).
Selain itu juga terhadap UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU Nomor 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, UU Nomor 03 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa, UU Nomor 07 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
"Permen-Permen yang sebelumnya disusun secara parsial akan digabungkan sehingga menjadi satu regulasi yang utuh tidak terpisah-pisah, sehingga mudah dipahami oleh pelaku koperasi, dan UMKM," katanya.
Dari Permen yang semula sebanyak 28 Permen akan dilakukan penyempurnaan melalui penggabungan beberapa Permen sehingga hanya menjadi 16 Permen.
Menurut Menkop, deregulasi itu akan berdampak pada sistem
administrasi badan hukum koperasi yang lebih tertib dan terintegrasi, prosedur pendirian koperasi dapat lebih mudah, cepat dan efisien, serta meningkatkan kepedulian pemerintah daerah dalam pemberdayaan koperasi.
Dampak lain yang diharapkan di antaranya koperasi lebih terarah menuju koperasi berkualitas, mendorong koperasi tumbuh sebagai koperasi berkualitas berbasis anggota dan berskala besar, mendorong pemerintah provinsi, kabupaten/kota lebih berperan dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM di wilayahnya.
"Dalam penyempurnaan regulasi ini juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan pengawasan terhadap koperasi sehingga dapat meningkatkan kepercayaan anggota, masyarakat dan pihak lain terhadap koperasi," katanya.
Deregulasi juga diharapkan berdampak pada semakin terbangunnya
koperasi sebagai entitas badan usaha yang berbadan hukum yang dikelola secara profesional, meningkatkan daya saing koperasi dalam perekonomian nasional, dan mendorong tumbuh dan berkembangnya wirausaha baru.
Puspayoga berharap kelompok-kelompok usaha bersama yang dibentuk oleh berbagai instansi yang selama ini tidak ada exit program dapat didorong menjadi koperasi dan seluruh koperasi yang ada dapat ditingkatkan kualitasnya.
Deregulasi peraturan sekaligus diharapkan mampu menekan kasus-kasus penyelewengan dan penyalahgunaan di lingkungan koperasi,
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi, dan mendorong berkembangnya koperasi di sektor riil.
Sedangkan bagi UMKM, deregulasi juga diharapkan berdampak pada adanya kemudahan bagi pelaku UMKM untuk mengikuti pelatihan, sehingga mereka dapat lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, teknologi dan pemasaran .
"Melalui paket-paket kebijakan ini kita berharap adanya peningkatan kualitas pelayanan koperasi kepada para anggotanya yang tidak lain adalah para pelaku UMKM juga, dan tentunya para pelaku UMKM dapat lebih berdaya saing terutama dalam menghadapi era globalisasi," katanya.
Pengusaha Siap
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perbankan dan Finansial menyatakan mendukung langkah pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I September 2015.
Kadin selaku perwakilan dunia usaha menilai paket kebijakan ekonomi ini menjadi terobosan yang komprehensif agar bisa keluar dari tekanan ekonomi, dengan harapan dapat memberikan kemudahan-kemudahan yang diperlukan bagi dunia usaha dalam merespons situasi sulit yang dihadapi saat ini.
"Langkah selanjutnya Pemerintah diharapkan segera bergerak cepat dalam mengimplementasikan paket kebijakan tersebut dengan mengajak dunia usaha untuk merespons secara tepat dan cepat situasi ekonomi saat ini melalui perumusan kebijakan jangka pendek yang diperlukan dunia usaha," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P. Roeslani.
Menurut dia, banyak sumbatan dalam pembangunan ekonomi yang membutuhkan deregulasi, salah satunya terkait daya saing industri nasional melalui revitalisasi industri yang 10 tahun terbengkalai karena Indonesia cenderung terlena dengan harga komoditas primer, belum kuat dan dalamnya struktur industri nasional, serta belum optimalnya alokasi sumber daya energi dan bahan baku serta pembiayaan industri.
"Industri bisa menjadi pondasi baru perekonomian nasional dengan definisi industri tidak hanya sebatas teknologi fabrikasi dan manufaktur, tetapi lebih pada peningkatan nilai tambah produk," terang Rosan.
Chairman Recapital Group ini menambahkan, ada tiga sektor industri yang perlu mendapatkan penekanan yakni industri yang berbasis agribisnis, industri yang berbasis komoditas, dan industri yang berbasis maritim.
"Tanpa membangkitkan kembali industri, khususnya di sektor agrikultur dan maritim, maka petani, peternak dan nelayan tidak akan berdaya dan tidak pernah sejahtera. Karena nasib mereka dikendalikan pedagang besar dan tengkulak. Padahal mereka yang berproduksi. Kalau ini dibiarkan, maka struktur ekonomi kita tidak produktif, melainkan eksploitatif," ujarnya.
Ia menegaskan tiga sektor ini yang perlu diprioritaskan karena Indonesia akan sulit untuk mengawali dengan sesuatu yang baru dan asing.
Sedangkan agribisnis, komoditas, dan maritim sudah menjadi kekayaan dan unggulan Indonesia hingga saat ini.
"Kita hanya perlu memberikan nilai tambah pada kualitas produk yang ditawarkan," kata Rosan.
Ia menambahkan, Kadin ingin berkembang menjadi mitra pemerintah yang kredibel.
"Selain itu, Kadin perlu diarahkan untuk memfasilitasi kepentingan dunia usaha, harus mempu menjabarkan apa yang dibutuhkan dunia usaha," kata Rosan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015