Lumajang (Antara Babel) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera turun melakukan investigasi terhadap kasus terbunuhnya aktivis antitambang Salim Kancil di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, 26 September 2015.
"Kami sudah menerima surat pengaduan dan kronologis terbunuhnya Salim Kancil dari tim yang mendampingi korban. Komnas HAM akan turun ke Lumajang," kata anggota Komnas HAM M. Nurkhoiron saat dihubungi per telepon dari Lumajang, Kamis.
Menurut dia, investigasi tersebut akan dilakukan secara menyeluruh dengan meminta keterangan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang di Lumajang tersebut.
"Komnas HAM akan melakukan penyelidikan secara serius, imparsial, dan objektif kepada semua pihak, baik keluarga korban, pelaku, aparat kepolisian, kepala desa, dan beberapa saksi yang mengetahui kejadian tersebut," tuturnya.
Apabila kasus terbunuhnya Salim Kancil itu dilakukan oleh aktor negara, maka pelaku melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Ada dua jenis pelanggaran HAM kategori berat sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 yakni kejahatan kemanusiaan dan genosida (perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, ras, agama)," ucap pria kelahiran Malang 15 Januari 1974 itu.
Dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang Lumajang itu, ia melihat telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atas kehilangan hak untuk hidup.
Berdasarkan kronologis kejadian yang dikirim kepada Komnas HAM, pria yang akrab disapa Khoiron itu menilai kasus yang dialami Salim Kancil merupakan pelanggaran HAM berat kategori kejahatan kemanusiaan.
"Semua bukti akan kami kumpulkan dari penyelidikan di lapangan secara komprehensif, kemudian dilakukan kajian dan hasilnya akan diterbitkan dalam bentuk rekomendasi akhir," paparnya.
Rekomendasi itu akan ditujukan kepada sejumlah pihak seperti aparat kepolisian yang kini sudah menangani kasus tersebut dan Pemerintah Kabupaten Lumajang terkait dengan izin penambangan.
Penganiayaan dan pembunuhan secara keji terjadi pada Sabtu 26 September 2015 di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Dua aktivis antitambang pasir, Salim Kancil dianiaya dan dibunuh secara tidak manusiawi, sedangkan Tosan dianiaya hingga mengalami luka parah karena kedua korban kekerasan itu dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Kami sudah menerima surat pengaduan dan kronologis terbunuhnya Salim Kancil dari tim yang mendampingi korban. Komnas HAM akan turun ke Lumajang," kata anggota Komnas HAM M. Nurkhoiron saat dihubungi per telepon dari Lumajang, Kamis.
Menurut dia, investigasi tersebut akan dilakukan secara menyeluruh dengan meminta keterangan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang di Lumajang tersebut.
"Komnas HAM akan melakukan penyelidikan secara serius, imparsial, dan objektif kepada semua pihak, baik keluarga korban, pelaku, aparat kepolisian, kepala desa, dan beberapa saksi yang mengetahui kejadian tersebut," tuturnya.
Apabila kasus terbunuhnya Salim Kancil itu dilakukan oleh aktor negara, maka pelaku melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Ada dua jenis pelanggaran HAM kategori berat sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 yakni kejahatan kemanusiaan dan genosida (perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, ras, agama)," ucap pria kelahiran Malang 15 Januari 1974 itu.
Dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang Lumajang itu, ia melihat telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atas kehilangan hak untuk hidup.
Berdasarkan kronologis kejadian yang dikirim kepada Komnas HAM, pria yang akrab disapa Khoiron itu menilai kasus yang dialami Salim Kancil merupakan pelanggaran HAM berat kategori kejahatan kemanusiaan.
"Semua bukti akan kami kumpulkan dari penyelidikan di lapangan secara komprehensif, kemudian dilakukan kajian dan hasilnya akan diterbitkan dalam bentuk rekomendasi akhir," paparnya.
Rekomendasi itu akan ditujukan kepada sejumlah pihak seperti aparat kepolisian yang kini sudah menangani kasus tersebut dan Pemerintah Kabupaten Lumajang terkait dengan izin penambangan.
Penganiayaan dan pembunuhan secara keji terjadi pada Sabtu 26 September 2015 di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Dua aktivis antitambang pasir, Salim Kancil dianiaya dan dibunuh secara tidak manusiawi, sedangkan Tosan dianiaya hingga mengalami luka parah karena kedua korban kekerasan itu dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015