Jakarta (ANTARA) - Komnas HAM berpandangan hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual, seperti yang terjadi beberapa waktu terakhir, yakni dengan pelaku dosen UGM dan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran harus diperberat.
Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah di Jakarta, Kamis, hukuman pelaku dari kalangan akademisi dan dokter seperti itu harus diperberat karena mereka seharusnya menjadi pihak yang melindungi masyarakat, bukan justru melakukan tindak pidana kekerasan seksual.
"Posisi mereka itu, kalau di dalam Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) disebut sebagai pihak yang seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan, yaitu dokter, guru besar, kemudian ini kepolisian. Jadi mereka mesti diberikan pemberatan hukuman karena status pelaku yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat," kata dia.
Hal tersebut dia sampaikan usai menerima audiensi dari Forum Perempuan Diaspora Nusa Tenggara Timur, dengan agenda pembahasan seputar kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada AKBP Fajar.
Berikutnya, Anis mengajak seluruh pihak untuk mengawal kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan dosen hingga dokter itu agar pihak penegak hukum benar-benar memperberat hukuman bagi kedua pelaku.
"Kita berkepentingan untuk mengawal agar nantinya aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya," kata dia.
Sebelumnya, diketahui bahwa Polda Jawa Barat (Jabar) telah menahan seorang peserta PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) atas dugaan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Sementara itu, pimpinan Universitas Gadjah Mada menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap seorang guru besar di Fakultas Farmasi berinisial EM setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.
Dugaan kekerasan seksual oleh EM terjadi sepanjang tahun 2023 hingga 2024. Kasus tersebut terungkap setelah muncul laporan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024.